Dari Mihrab Ayasofya Laju Sekularisme Dihentikan
Catatan : Mary Toekan (Pemerhati Sejarah Islam)
Akhir bulan Mei menjadi awal musim panas di negeri ini. Suhu udara berkisar 19 sampai 20 derajat celcius. Untuk ukuran aku, suhu saat itu belum termasuk panas, meskipun terlihat sebagian orang tampak mulai kepanasan.
Kuputuskan membawa buku yang belum sempat ku selesaikan, membacanya di taman peninggalan tuan - tuan tanah.
Selagi asyik tenggelam dalam deretan huruf - huruf bersama senandung suara air, kudengar langkah mendekat. Dua wanita muda sedang tersenyum ke arahku.
Satunya memakai celana jeans rombeng yang lagi ngetrend dengan gaya melorot sehingga terbaca jelas merk celana dalamnya Björn Borg. Salah satu merk pakaian dalam lelaki. Sementara gadis manis di sebelahnya mengenakan long dress senada dengan bando menghias rambut blondenya yang tergerai.
Mereka menanyakan kepadaku dengan sangat sopan, apakah boleh membantu mengabadikan momen mereka di taman itu? Kututup buku dan mengiyakan lalu beranjak menolong mereka.
Hubungan dua perempuan ini tampak bukan sekedar teman. Aura itu keras kurasakan. Dugaanku benar, saat mengambil beberapa pose mereka. Sambil beristighfar ku rekam momen itu dalam bidikan lensa.
Mimpi apa aku semalam hingga pemandangan ini tepat di depan batang hidungku?
Ketika semua orang tak lagi punya hak suara untuk urusan ini. Ketika semua orang tak dapat lagi berpendapat meski sekedar menunjukkan rasa tak senang. Jika tertangkap kamera pemerintah, percayalah, bisa berujung di meja hijau.
Sukurlah hanya sesaat. Ucapan terima kasih dan sedikit basi basi mengakhiri peristiwa itu.
Buku yang tadinya asyik kubaca kini tak lagi menarik. Seketika hilang semua minat bacaku. Membayangkan seperti apa nanti nasib anak - anak Muslim. Semua tindakan menyangkut pilihan hidup dibolehkan atas nama toleransi dan hak asasi " menurut " mereka sementara iman umat Islam tak dapat diwariskan.
Kemajuan peradaban, belakangan dikenal dengan istilah post modernisme ini tak lagi mengenal kebenaran. Malah mempertanyakan kebenaran itu yang ujung - ujungnya membawa manusia berpikir ke arah relativisme.
Sebuah pemikiran yang mengajari kita bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pandangan masing - masing orang. Manusia dibuat bingung, tak tahu lagi benar dan salah.
Padahal benar dan salah, baik dan yang jahat telah dipotret menjadi ayat - ayat abadi dalam semua kitab suci sebagai petunjuk manusia di muka bumi.