BERITABETA.COM, Ambon – Ikan buntal atau fugu sedang jadi perbincangan hangat di Indonesia. Bukan karena kenikmatan rasanya, melainkan efek mematikan usai mengonsumsi ikan bernama lain pufferfish ini. Rabu 11 Maret 2020, salah satu keluarga di Banyuwangi, Jawa Timur tewas. Muhlis Hartono, istri dan ibunya tewas setelah mengonsumsi ikan buntal goreng dan santan.

Resiko yang besar ini, membuat beberapa negara telah melarang konsumsi ikan buntal  ini termasuk Filipina. Ketidaktahuan bahaya racun jika mengkonsumsi ikan ini merupakan hal yang juga menjadi pemicu keracunan.

“Banyak referensi yang mengatakan jika ikan Buntal atau fugu ini  racunnya 100 kali dari sianida. Ada lagi yang mengatakan 1.000 kali sianida. Tapi intinya racun ikan fugu ini sangat berbahaya dan mematikan untuk manusia jika tak bisa mengolahnya,” kata Dosen FKIP/Pendidikan Biologi Universitas Tujuh belas Agustus (Untag) 1945 Banyuwangi, Dr. Susintowati, MSc, seperti dikutip dari detikcom, Rabu (11/3/2020).

Kondisi ini berbeda dengan di Jepang. Sajian ikan buntal nan mahal yang disebut Fugu adalah makanan yang mahal di Jepang dan restoran yang menyajikannya bisa dibilang sebagai salah satu restoran terbaik di negara itu.

Tidak main-main, per kepala ikan fugu dihargai sebesar 120 dollar AS atau setara dengan Rp 1,7 juta.  Harga yang dikatakan selangit ini didasari oleh jasa pengolah fugu yang patut dihargai.

Pengolahan ikan buntal oleh para profesional di Jepang

Orang yang boleh mengolah ikan buntal atau fugu adalah koki atau chef yang sudah mendapat lisensi atau surat izin untuk mengolah ikan fugu. Tradisi makan fugu di Jepang tradisi orang Jepang sering kali menyantap fugu saat musim dingin. Hal ini menjadi sebuah keharusan seperti menyantap unagi di tengah musim panas.

Chef yang menyiapkan ikan buntal harus dengan hati-hati memeriksa organ beracun di atas nampan. Memastikan setiap organ beracun telah diambil. Bagian beracun ikan buntal biasanya akan dibawa ke pasar ikan utama Tokyo dan dibakar, bersama dengan potongan-potongan beracun dari restoran yang menghidangkan fugu lainnya.

Seorang yang menyajikan fugu harus bertahun-tahun berlatih dan harus mengambil ujian praktik agar bisa lolos dan mendapatkan lisensi khusus. Bagi yang ingin memiliki sertifikat itu harus melewati masa latihan intensif selama 2 hingga 3 tahun.

Mereka harus bisa mengenali bagian yang beracun dan harus dibuang. Fugu sashimi, memiliki tekstur agak kenyal dan rasa yang tidak begitu menonjol. Namun, pecinta fugu akan mengatakan rasanya khas, dan yang paling penting dari rasa adalah teksturnya yang unik.

Mengutip Business Insider, orang Jepang memakan 10.000 ton ikan buntal pertahunnya. Selain itu di high season untuk ikan ini harganya bisa melambung sangat tinggi, mulai dari 265 dollar US per kilonya atau setara dengan Rp 3,7 juta.

Terdapat 120 spesies dari ikan ini, tetapi terdapat satu yang sering dimakan yaitu jenis torafugu. Namun, jenis ini malah yang paling mahal dan yang paling beracun. Torafugu disediakan di restoran kelas atas Jepang, bisa diolah sebagai sashimi yang sangat tipis, tempura dan sake panas yang disebut hirazake. Baca berikutnya

Kandungan Racun

Racun (toksin) dalam tubuh ikan buntal tergolong neurotoksin, yaitu racun yang dapat bereaksi pada sistem saraf. Neurotoksin yang umum dapat menimbulkan kelumpuhan.

“Neurotoksin pada ikan Buntal ini terutama terkonsentrasi di dalam ovarium dan hati, meskipun jumlah yang lebih kecil ada di usus dan kulit, serta jumlah jejak di otot. Efek toksisitas ini tidak selalu memiliki efek mematikan pada predator besar, seperti hiu, tetapi dapat membunuh manusia,” kata Dr. Susintowati, MSc.

“Tetrodotoxin adalah neurotoksin yang ada di dalam ikan Buntal. Racun ini dapat mematikan saraf lidah dan bibir, menyebabkan pusing dan muntah, diikuti oleh mati rasa dan merasa banyak tusukan pada tubuh, kesemutan, detak jantung sangat cepat, penurunan tekanan darah, dan kelumpuhan otot,” tambahnya.

Toksin itu melumpuhkan otot diafragma dan menghentikan kerja sistem pernafasan. Orang yang keracunan ikan buntal yang dapat bertahan selama 24 jam lebih, biasanya dapat bertahan hidup meskipun kemungkinan dapat mengalami koma beberapa hari.

Data yang dihimpun menyebutkan, terdapat sebanyak 295 kasus orang jatuh sakit setelah mengonsumsi ikan buntal dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan 3 di antaranya meninggal, dilansir dari The Asahi Shimbun. 80 persen kasus keracunan terjadi di rumah.

Sebagian besar korban adalah pemancing yang dengan terburu-buru mencoba menyiapkan tangkapan mereka di rumah sendiri. Keracunan tetrodotoksin digambarkan memiliki efek yang bekerja cepat dan ganas. Mula-mula mati rasa di sekitar mulut, kemudian lumpuh, akhirnya kematian (BB-DIO-DTC)