BERITABETA.COM, Masohi – Laporan salah satu nasabah terkait dugaan pemalsuan dokumen dalam proses kredit di Polres Maluku Tengah, akhirnya ditanggapi manajemen Bank Maluku-Maluku Utara, Cabang Masohi.

Pimpinan Bank Maluku – Maluku Utara, Cabang Masohi Hanif Salampessy membantah adanya pemalsuan dokumen dari nasabah berinisial SL yang diketahui  merupakan salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN)  yang berdinas di Kantor Camat Amahai itu.

Bantahan itu disampaikan Salampessy didampingi  Wakil Pimpinan Bank Maluku-Maluku Utara Cabang Masohi Faisal Alhabsy kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (22/9/2021).

Hanif menjelaskan, di bank plat merah yang dipimpinnya itu tidak ada yang namanya kredit bodong atau ilegal.   Sebab, semua berkas mengenai kredit diproses sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan bank, kata dia,  untuk merealisasi kredit, nasabah wajib melapirkan Surat Keterangan (SK) ASN asli.  Dan  SL, kata Hanif  yang menyebutnya sebagai korban itu, masih juga  memiliki  tunggakan di salah satu bank juga.

“Semua berkas asli yang bersangkutan ada pada bank tersebut. SL kan masih ada kredit juga. Jadi semua berkas asli ada pada bank tersebut berdasarkan tanda terima jaminan. Sementara yang kita proses disini adalah SK berkala asli, jadi kita proses berdasarkan itu,” terang Salampessy.

Meski demikian, Salampessy mengakui, pihaknya telah kecolongan terkait proses yang dilakukan. Namun Bank Maluku-Maluku Utara tidak memalsukan dokumen nasabah, seperti yang dituduhkan,  karena semua berkas calon kredit didapat dari permohonan kredit.

“Kita  mengakui petugas kredit lalai pada beberapa berkas lain seperti KTP yang di scan copy paste, dan tidak meminta KTP asli. Namun tidak mungkin kita mengambil dokumen orang tanpa sepengetahuan pemiliknya,” ungkapnya.

Salampessy juga mengungkapkan, JS yang menjabat sebagai Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan pada kantor Camat Amahai, juga melakukan hal serupa sebanyak dua kali dengan modus yang sama.

Ia  melampirkan SK berkala asli, namun  memalsukan foto dan tandatangan pada KTP korban yang terkesan sama, sehingga pihak bank melakukan proses pencairan sesuai prosedur. 

“Jadi pelaku ini memanfaatkan orang lain juga untuk datang ke bank, terkesan bahwa yang hadir itu adalah calon debitur yang mau melakukan kredit. Jadi prosedur bank tetap jalan, karena dengan niat pelaku,  maka foto dan tandatangan pada  KTP korban ditimpa dengan foto calon kreditur bodong ini,” tandasnya.