BERITABETA.COM, Ambon - Deputi 1 Kantor Staf Kepresidenan RI, Dr. (Cand) Febry Calvin Tetelepta, menyampaikan proyek strategis nasional Bendungan Waeapo yang sedang dikerjakan di Kabupaten Buru,  Provinsi Maluku ditargetkan akan tuntas pada Maret 2024.

Putra terbaik Maluku mengungkapkan hal itu saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional yang digelar Fakultas FISIP Universitas Darussalam Ambon, di kota Ambon, Jumat (4/8/2023).

Proyek yang menggunakan APBN sebesar kurang lebih Rp 2 triliun itu, sementara didorong agar konstruksinya segera diselesaikan pada Bulan Maret 2024 mendatang.

"Ada sedikit masalah yang harus kita dorong untuk memastikan bahwa bulan Maret tahun depan itu konstruksi (Bendungan Waeapo) sudah harus selesai, dan refoundingnya akan terjadi pada bulan Juni tahun depan," kata Febry yang didampingi pembicara lainnya yakni Saadiah Uluputty ST, Anggota DPR RI Dapil Maluku, dan seorang akademisi DR. Amir F. Kotarumalos.

Bendungan Waeapo akan mengaliri sawah kurang lebih 10.000 hektar. Potensi listrik yang bersumber dari PLTA sebesar kurang lebih 8 mega watt (MW).

"Kita juga akan mendapatkan listrik yang sangat baik di Pulau Buru sehingga Buru dan Buru Selatan tidak perlu berkedip lagi karena sudah dapat 38 Mega yang ada di Pulau Buru ditambah dari 8 Mega dari bendungan Wayapo," ungkapnya.

Selain itu, bendungan Waeapo juga dapat menjadi daerah pariwisata karena desainnya sangat bagus. "Daerah ini akan menjadi daerah pariwisata yang sangat baik dan sawah bisa teraliri sekitar 10.000 hektar dan juga air baku semakin baik di Pulau Buru," tambahnya.

Selain bendungan Waeapo, Febry yang lebih dikenal dengan nama singkatan FCT ini juga menyampaikan proyek strategis nasional lainnya di Maluku yaitu Blok Gas Masela di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

"Saya juga hadir pada penandatanganan tanggal 25 kemarin. Jadi saham Shell yang 35% ketika dipindahkan dari offshore menjadi onshore itu kemarin Petronas dan Pertamina sudah ambil alih. Pertamina 20% dan dan Petronas itu 15% dan kita pastikan bahwa ada tanda-tanda baik, apalagi setelah tanda tangan itu diikuti dengan tanda tangan dari Inpex (Masela Ltd) dan Pertamina," jelasnya.

Ia mengatakan Inpex Masela Ltd dan Pertamina telah melakukan penandatanganan untuk pipanisasi dari sumur ke darat.

"Jadi kita tidak ragu lagi tinggal POD-nya direvisi dan kalau kita dorong dengan percepatan yang baik maka antara 2027 sampai dengan 2029 itu Masela sudah bisa diproduksi," ungkapnya.

Namun, ada satu persoalan yang sangat riskan terjadi di Pulau Nutsual, Kepulauan Tanimbar. Pulau seluas kurang lebih 27 hektare ini menjadi lokasi pelabuhan kilang LNG Masela.

"Kami marah sekali karena harga tanah di sana itu Rp14.000, bayangkan bapak ibu harga beras di Saumlaki itu Rp18.000 tapi harga tanah di Pulau itu hanya Rp14.000 dan itu sudah inkrah," ungkapnya.

FCT mengaku pihaknya sementara ini berbicara bersama Maki untuk evaluasi ulang dengan BPKP maupun Kejaksaan Agung. Hal ini dilakukan agar bisa direvisi, sehingga diappraisal ulang.

"Bayangkan tanah Angkatan Laut Rp250.000 (per hektar) tidak ada nilai ekonomisnya, PLN pernah beli tanah untuk tiang listrik Rp160.000, tapi ada proyek hampir Rp 300 triliun di depan mata tapi harga tanah cuma Rp14.000. Ini sesuatu yang sangat ironis bagi kita," cetusnya (*)

Editor : Redaksi