FPK Kalteng Belajar Kerukunan Umat Beragama di Maluku

BERITABETA.COM, Ambon – Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) kini berada di Kota Ambon, Provinsi Maluku dalam agenda studi banding tentang kerukunan umat beragama.
Studi banding ini digelar untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari FPK dalam menjalankan tugas kedepan dengan menjunjung tinggi toleransi, memperkokoh persatuan dan kesatuan.
Rombongan FPK Kalteng ini dipimpin Ketua DPRD Kalteng Wiyatno. Mereka tiba di Kota Ambon, Kamis (29/4/2021) disambut hangat Sekretaris Daerah Maluku Kasrul Selang.
Pada kesempatan itu, Gubernur Maluku Murad Ismail dalam sambutannya yang dibacakan Sekda Maluku, mengucapkan terima kasih atas kepercayaan FPK Kalteng yang telah memilih Maluku sebagai tempat studi banding.
Pemprov Maluku, kata Sekda, menyambut gembira kedatangan FPK Kalteng dan rombongan. Harapannya, pertemuan FPK kedua provinsi ini, terjalin hubungan silaturahmi dalam merajut kebhinekaan, memperkokoh wawasan kebangsaan sebagai modal dasar pembangunan.
"Kami pastikan Maluku aman, nyaman dan damai saat ini. Silahkan bapak ibu jalan-jalan mengelilingi Kota Ambon," ucapnya.
Sekda mengatakan, bagi masyarakat Maluku, pembauran kebangsaan bukanlah sesuatu yang baru. Sejak masa lalu, masyarakat disini sudah hidup berbaur dengan orang-orang nusantara lainnya.
Namun pembauran kebangsaan yang terjalin sejak lama itu, sedikit terusik dengan pecahnya konflik sosial bernuansa agama tahun 1999 hingga 2003.
"Syukur alhamdulillah, masyarakat Maluku cepat menyadari situasi ini dengan dilandasi budaya Pela Gandong. Maka dengan semboyan orang Maluku yaitu ‘Sagu Salempeng di Pata Dua’, masyarakat Maluku kembali hidup rukun dan damai," kata Sekda.
Sementara itu, Ketua FPK Maluku John Ruhulessin, dalam paparannya mengenai gambaran umum kerukunan umat beragama di Maluku menjelaskan, sebagai pusat perdagangan dunia di masa lalu, masyarakat Maluku sudah menerima kedatangan bangsa-bangsa besar sejak lama. Misalnya, Bangsa Arab, Portugis dan lainnya.
Beberapa agama bahkan telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Maluku.
"Sudah sejak lama masyarakat Maluku memiliki tradisi kekeluargaan yang sangat kuat. Tradisi Pela adalah yang cukup terkenal, bahkan memiliki ikatan marga yang mengakar. Salah satu contohnya, pengecoran gedung Gereja Imanuel Jemaat Negeri Galala (Beragama Kristen), melibatkan Pela-nya dari Negeri Hitu (Islam)," jelas Ruhulessin.
Ketua FPK Kalteng Yohanes Freddy Ering mengatakan, di Kalteng juga pernah terjadi konflik etnis Dayak/Melayu dengan etnis Madura. Kerusuhan sempat menjalar ke berbagai kota. Namun konflik dapat diatasi berkat komitmen pemerintah, masyarakat dan seluruh komponen etnis dan agama.
Komitmen ini, lanjut dia, bisa dapat dilihat pada simbol keselarasan dan kerukunan warga Kalteng yakni Huma Betang. Huma Betang merupakan rumah besar yang dihuni banyak orang, dengan beragam agama dan kepercayaan, namun tetap rukun dan damai.
Sehingga Huma Betang adalah sebuah simbol dan filosofi kehidupan masyarakat di Kalteng.
"Dengan filosofi Huma Betang ini, maka kami tidak pernah menolak kehadiran tamu dari mana saja untuk tinggal di rumah besar (Huma Betang), sejauh tamu tersebut mengikuti filosofi dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak," tutup Yohanes.
Pertemuan bersama antar Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Kalteng dengan FPK Maluku, dihadiri Wakil Ketua DPRD Maluku Azis Sangkala, Kakanwil Kemenag Maluku Jamaludin Bugis, para tokoh agama/masyarakat/paguyuban/pemuda, pimpinan organisasi kemasyarakatan dan undangan lainnya.
Pada kesempatan ini, juga dilakukan penyerahan cinderamata dari Sekda Maluku kepada Ketua DPRD Kalteng dan sebaliknya. Kemudian penyerahan dari Ketua FPK Maluku kepada Ketua FPK Kalteng (BB-DIO)