Dibanding roti ayam dan asida, asida lebih popular, dikarenakan digemari berbagai lapisan masyarakat dan bukan seperti roti ayam tadi yang terkesan elitis, karena jarang di jual di lapak-lapak pedagang kuliner.

Bahkan memamg roti ayam semakin menampakan kelitisannya karena ini umumnya terlihat di sajikan saat hajatan-hajatan besar, seperti walimatul urs, tahlilan dan kegiatan besar lainnya.

Sementara kue asidah yang juga pengaruh dari Jazirah Arab, terdapat perbedaan komposisi pada asida Timur Tengah dan asida lokal khas Maluku, menurut artikel dimuat di kumparan, Asida ala Arab menggunakan bahan-bahan yang cukup banyak, yakni zagugu atau tepung gandum, gula pasir, dan air untuk bagian daging asida, sedangkan untuk vla, campuran susu sapi, kuning telur, bubuk vanilla dan tepung maizena akan ditambahkan ke dalam sajian tersebut.

Sedikit berbeda dengan resep aslinya, asida khas Maluku memiliki komposisi bahan yang lebih sedikit. Yaitu hanya menggunakan campuran adonan tepung terigu, mentega, gula merah serta air yang di aduk hingga dibentuk menyerupai bola, kemudian dipadukan dengan taburan gula, bubuk kayu manis, dan lelehan mentega gurih, tak jarang ada beberapayang menaburkan bubuk kapulaga, kapulaga yang oleh orang ambon disebut gardamu.

Perpaduan seluruh bahan tersebut menghasilkan warna asida yang lebih gelap dan pekat, serta dengan tekstur dan cita rasa hidangan yang cukup unik, yakni bertekstur kenyal nan lembut dengan rasa manis yang mendominasi.

Jika ada yang menginginkan menggunakan kapulaga tentunya akan mendapatkan sensasi yang beda dimana taburan bubuk kapulaga memberikan efek ‘menghangatkan’ saat asida melewati kerongkongan.

Di kota Ambon ini, kudapan khas Arab ini mudah ditemukan di berbagai lapak takjil di sepanjang jalanan di kota-kota bahkan kampung-kampung di seluruh kepulauan di Maluku.

Umumnya, asida akan dibanderol dengan harga yang relatif murah,  di kota ambon yakni seharga Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu per buah. Jika tidak lagi puasa Ramadhan, jajanan asida ini juga masih bisa dijumpai di jual, walau tak semasif saat bulan Ramadhan.

Sama halnya seperti roti ayam, asida juga kerap disajikan sebagai hidangan  pada acara-acara tertentu. Misalnya saja acara pernikahan, pengajian, khitanan, dan acara besar lainnya.

Mengingat rasanya yang begitu legit dan manis, warga Maluku biasanya akan menyandingkan asida dengan secangkir kopi panas atau the minim gula (**)

Penulis adalah pemerhati sosial menetap di Kota Ambon