Hari Pangan Sedunia, Apa Yang Dibawa Maluku?
Ironisnya, jika ada pengunjung yang datang ke stand pameran Maluku dan bertanya, “Pak produksi sagu di Maluku berapa ton per tahun,? Berapa luasan pohon sagu di Maluku?” Pertanyaan ini pasti ada, karena konsep pengembangan pertanian tentunya sudah berbasis data dan teruji secara statestik. Dan sudah pasti berorientasi industry.
Yang paling menohok nanti jika ada pertanyaan seperti ini, “Produk turunan dari bahan dasar sagu apa saja yang sudah dikembangkan di Maluku”?..
Jawaban kita pasti “Sudah jadi sagu tumbuh, papeda, sagu lempeng dan bagea,”. Ohh gitu ya pak. “Boleh kami minta hasil olahannya,”? Kita pun lantas meraih sagu tumbu yang ikut dibawa kesana dengan kemasan mentereng itu dan disuguhkan kepada pengunjung pameran.
“Wah, enak juga ya? Apa namanya ini pak? Si penjaga stand Maluku lantas menjawab itu sagu tumbu. Karena sudah dipuji, lantas riwayat sagu tumbuh pun jadi panjang. Si pengunjung tambah penasaran, lantas meminta lagi “Saya boleh mencicipi sagu lempeng,?
Oh, tentu silahkan mencoba. Sagu lempeng dari Maluku juga dikemas apik dengan lebel bikinan mendadak. “Wah, keras juga ya pak,” si pengunjung mencoba mengunya dengan gigitan yang cukup kuat, tapi sagunya tak mau hancur, yang dirasakan hanya seperti butiran pasir tanpa rasa. Karena memang sagu harus dilahap dengan teman sejatinya. Kan tidak mungkin kita menyuguhkan kuah ikan.
Karena masih penasaran dia pun meminta bagea. Setelah dicoba pengunjung pun terdiam. Apa gerangan yang terjadi. Dia takut giginya patah, sebab tempaan gigi pengunjung di lempengan sagu, baru saja nyaris mematahkan giginya.
Pengunjung lantas berlalu dengan berdecak dalam hati, “Makanannya kayak batu. Sudah keras, tanpa rasa pula,”
Akan sangat berbeda, jika pengunjung disuguhkan embal kasbi hasil home industry perajin di Maluku Tenggara. Pastinya akan lain lagi ceritanya, karena dari sisi teknologi, inovasi dan pengembangan jenis pangan ini sudah makin mantap. Variasi keju, gula dan kacang yang menyatu dengan olahan embal akan membuat setiap pengunjung berdecak kagum. Sayangnya, embal yang berbahan baku kasbi itu, tidak setenar sagu yang sudah identik dengan masyarakat Maluku pada umumnya.
Mungkin itulah performa kita di HPS. Tiba masa tiba akal, dan kita tetap hadir di stand-stand pameran dengan pangan-pangan lokal yang dari tahun ke tahun selalu sama dalam sisi tampilan isi dan bentuk, meski beda dalam kemasan.
Sebagai orang Maluku, kita hanya khawatir jangan sampai pengunjung yang sudah berkunjung ke stand pameran Maluku, lantas menyempatkan diri mampir ke stand pameran milik Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Apa jadinya kalau dia juga menemukan pangan sagu? Pasti akan terasa sangat jauh berbada dari sisi rasa, tampilan kemasan dan juga bentuknya.