BERITABETA.COM, Ambon – Menggeluti profesi sebagai seorang petani sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Ide kreatif ini lahir dari keinginannya untuk memulai sebuah usaha baru.   

Dengan modal otodidak melalui situs web youtube dan ‘sharing’ dengan teman,  pemuda ini kemudian menemukan  usaha inovatif berupa budidaya sayuran organik dengan sistem hidroponik yang dikembangkan di pekarangan rumahnya  di kawasan Pasar Baru (Timbul Tenggelam), Kota Bula.

Adalah Firman Mamulati (26), pemuda asal Kota Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku. Firman  mampu memberikan warna lain dalam dunia entrepreneur (wirausaha), terutama kalangan  pemuda di daerahnya.     

Tanaman sawi yang dikembangkan Firman Mamulati tampak subur dengan lebar daun yang cukup menggiurkan, siap dipenan dan ditawarkan kepada konsumen di Kota Bula, Kabupaten SBT (FOTO: BERITABETA.COM)

Sarjana FISIP, Universitas Pattimura (Unpati) Ambon lulusan 2014,  membuat kagum, lantaran usaha yang dilakoni mulai tampak dengan menghasilkan sayuran organik di kota kelahirannya. Beberapa hari ini, hasil sayuran yang dikembangkan menjadi tranding lantaran diunggah di medsos (fecebook) dan menjadi sorotan warga net di daerahnya.

Kepada redaksi beritabeta.com, Rabu (12/6/2019), Ir begitu sapaan akrabnya, mengungkapkan, ide mengembangkan usaha budidaya sayuran organik dengan sistem hidroponik itu, baru saja digeluti beberapa bulan lalu.  

“Saya baru mencobanya sebelum bulan Ramadhan kemarin. Dari belajar lewat situs web youtube dan langsung menanyakan kepada teman yang tahu, akhirnya saya nekat memulainya,” ungkap Firman kepada beritabeta.com via telepon selularnya.

Berapa modal yang dimiliki? Firman mengaku usahanya masih terbilang usaha skala kecil, karena modal awal yang diperuntungkan untuk memulai usaha ini hanya sebesar Rp. 2 juta.    

“Uang sebanyak itu saya pergunakan untuk belanja benih, peralatan dan membangun sarana dan prasarana serta belanja nutrisi (pupuk organic). Karena konsepnya organik, maka pendekatannya memang harus menggunakan bahan organik tanpa bahan kimia,” urainya.

Peralatan dan sarana yang dimaksud, kata dia, berupa pipa paralon, slang air dan pompa Aerasi yang berfungsi untuk menyuplai oksigen ke dalam media air. Meski demikian, pria kelahiran Bula, 12 Desember 1993 itu mengakui usaha yang dijalani baru sebatas uji coba, karena pekarangan rumahnya seluas 8×15 meter baru difungsikan sebagain saja.

Menurut suami dari Ratna Sari Hintjah ini, jenis komoditas sayuran yang diusahakan, masih terfokus pada kangkung, sawi dan seledri. Ketiga jenis komiditas ini dianggap banyak diminati.

“Alhamdulillah, beberapa pekan lalu saya sudah memasarkan sayuran kangkung. Sistem pemasaran pun saya hanya menggunakan sistem “delivery order” (pesan antar). Jika ada yang pesan saya langsung antar ke pelanggan. Ada juga yang langsung datang dan panen. Hasilnya untuk kangkung kemarin ada pemasukan sebesar Rp. 220 ribu,”ungkapnya.

Konsep budidaya kankung dengan menggunakan sistem hidropinik rakit apung (floating system) yang dikembangkan Firman Mamulati (FOTO: BERITABETA.COM

Untuk sayuran jenis kangkung, tambah Firman, metode yang digunakan adalah hidroponik dengan sistem rakit apung (floating system). Dalam sistem ini, media air yang digunakan tidak menggunakan pipa paralon, tapi wadah besar berupa bak air yang terbuat dari terpal yang dibentuk seperti bak. Media air kemudian diberi nutrisi tanaman.

Saat ini, Firman dan istrinya sudah mulai memanen sawi yang dibudidaya menggunakan wadah pipa paralon. Metodenya sama, media air juga diberi nutrisi tanaman.

“Ada lima buah paralon. Masing-masing paralon berisi 19 lubang dengan populasi dua batang sayuran. Harga jualnya per ikat Rp. 5000. Jadi untuk sauran sawi bila semua laku terjual, Alhamdulillah ada pemasukan sebesar Rp. 475.000,” urainya sambil tertawa lepas.  

Setelah ini, tambah dia, seledri juga akan di-transflanting ke media hidroponik, karena sementara benih saledri masih dalam proses semai.

“Kalau seledri memang agak lama, makanya saya masih menunggu hingga cukup umur untuk dipindahkan ke wadah hidroponik,” katanya.

Ditanyai tetang harapan kedepan, pria yang kini menjalani profesi sebagai sopir taksi rute Bula – Ambon ini mengungkapkan,  kedepan usaha ini akan Ia kembangkan dengan luasan yang lebih besar. Namun dia berharap ada bantuan dari pemerintah daerah, agar apa yang diimpian bisa menjadi sebuah usaha menjanjikan bukan saja untuk dirinya tapi juga bisa tertular kepada yang lain.

 “Saya juga rencananya memasukan proposal bantuan kepada dinas pertanian, semoga bisa dibantu kedepan,” tandasnya penuh harap.  

Usaha kreatif dan inovatif yang dikembangkan Firman ini boleh dikata sebagai sebuah usaha dalam mewujudkan konsep pertanian yang ramah lingkungan atau kerap disebut dengan istilah, ‘low input agriculture’, ‘alternative agriculture’, atau sustainable agriculture’.

Konsep ini selain aman bagi lingkungan, pengembangan sayuran organik ini juga bisa mengatasi ancaman penggunaan bahan sintetis (kimia) pestisida dan  pupuk kepada konsumen yang sering diaplikasikan petani asal transmigrasi di kawasan Bula Barat, Kabupaten SBT. (BB-DIO)