BERITABETA.COM – Kalakai atau Stenochlaena palutris merupakan jenis tanaman sayur yang pernah menjadi idola generasi sebelumnya. Tanaman jenis pakis atau paku-pakuan, termasuk dalam famili pteridaceae.

Dipercaya Bisa Atasi Anemia, Obat Diare, Awet Muda Hingga Obat Kuat

Di Maluku masyarakat di pedesaan kerap mengambil pucuknya sebagai sayuran. Bagian tanaman yang dipanen adalah bagian pucuk atau ujung dengan panjang sekitar 15 cm. Bagian ini relatif lunak dan mudah dipatahkan, sedangkan bagian batang yang lebih bawah terksturnya lebih keras.

Meski sudah lama dikenal sebagai tanaman sayuran, namun banyak yang belum  tahu maanfaat dan khasiatnya bagi kesehatan tubuh manusia. Hal ini lantaran,  belum banyak penelitian tentang Kalakai dan khasiatnya.

Padahal, sebuah laporan yang dibuat oleh Irawan et al (2003) menyebutkan,  tanaman Kalakai mengandung Fe yang tinggi dan kaya vitamin C dan beta-karotin. Secara garis besar terdapat 2 (dua) jenis kalakai, yakni kalakai merah dan kalakai hijau.

Kalakai yang berwarna merah sangat potensial untuk mengatasi penyakit anemia (kekurangan zat besi).

Menurut Irawan, dari analisis gizi diketahui bahwa kalakai merah mengandung Fe yang tinggi (41,53 ppm), Cu (4,52 ppm), vitamin C (15,41 mg/100g), protein (2,36%), beta karoten (66,99 ppm), dan asam folat (11,30 ppm).

Keunggulan ini membuat, masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah secara turun temurun  memanfaatkan tanaman kalakai untuk tujuan merangsang produksi ASI bagi ibu-ibu yang baru melahirkan.

Selain sebagai obat tradisional penambah darah, Kalakai berdasarkan studi empirik, diketahui juga dipergunakan oleh masyarakat suku Dayak Kenyah untuk mengobati anemia, pereda demam, mengobati sakit kulit, serta sebagai obat awet muda.

Etnis Banjar di Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan dan Tengah juga menggunakan akar tumbuhan ini sebagai obat kuat (afrodisiak).

Di negara bagian Sarawak, Malaysia, tanaman ini disebut “Midin”. Disana tanaman ini populer di kalangan penduduk setempat. Daun muda biasanya disajikan dengan tumisan bawang putih, udang kering, atau pasta udang.

Fakta-fakta di atas juga terbukti dengan hasil penelitian dari Nur Andarwulan dan RH Fitri Fradilla dari South East Asia Food and Agricultural Science and Technology Center, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, dalam buku Senyawa Fenolik pada Beberapa Sayuran Indigenous dari Indonesia (Penerbit Seafast Center IPB, 2012).

Dikutip dari seafast.ipb.ac.id, penelitian keduanya tentang kandungan asam fenolat  pada 24 jenis sayuran indigenous Indonesia yang berasal dari Jawa. Salah satu di antaranya pakis sayur.

Senyawa polifenol yang ada di sayuran, buah-buahan, dan teh, menurut dua peneliti itu, dapat mencegah penyakit degeneratif. Salah satu senyawa polifenol yang banyak terdapat pada sayuran, yaitu flavonoid dan asam fenolat.

Asam fenolat merupakan antioksidan yang sangat kuat dan memiliki aktivitas  antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, antiinflamasi, dan aktivitas vasodilatory. Selain itu asam fenolat juga mempunyai peranan untuk melindungi dari kanker dan penyakit jantung. Berdasarkan penelitian, pakis sayur terbukti memiliki senyawa fenol tinggi yakni 61,56mg/100 gr, dan merupakan sumber antioksidan yang tinggi. (BB-DIO)