Meskipun begitu, dia mengajak semua untuk tidak putus asa dan pesimis. Sebagai Duta Parenting, sekaligus sebagai Istri Gubernur dan ibunya anak-anak Maluku, dirinya terus berusaha menyempatkan waktu untuk turun langsung ke desa-desa locus stunting di daerah pulau-pulau dan terpencil, untuk menyentuh dan mengajak langsung masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Terhitung selama lima bulan di tahun 2019 lalu, Widya sudah turun di tiga Kabupaten, langsung ke desa yang menjadi locus stunting. Desa locus stunting yang dia kunjungi adalah desa Kawah di Kabupaten Seram Bagian Barat, desa Wakua di Kepulauan Aru, serta desa Piliana dan Mosso di Maluku Tengah. Ketiga daerah kabupaten ini dipilihnya lebih awal, karena memiliki kasus stunting tertinggi di Maluku.

Tahun 2020, dia sudah menganggendakan turun ke tiga kabupaten yang menjadi locus stunting, yakni Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, dan Maluku Barat Daya. Namun karena kondisi pandemi Covid-19, dirinya baru sempat turun ke Kabupaten SBT langsung ke desa locus stunting yakni desa Kuffar, Kilmuri dan Kilbon.

Untuk dua desa terakhir ini yakni Kilmuri dan Kilbon, Widya yang turun didampingi sang suami, Gubernur Maluku, membutuhkan perjuangan ekstra untuk bisa sampai karena desanya terisolir, dan harus menumpangi transportasi darat dan laut untuk bisa sampai ke sana. Kurang lebih mereka membutuhkan waktu hingga delapan jam perjalanan dari Bula, ibukota Kabupaten.

“Saya bersyukur karena bisa bertemu dengan anak-anak dan masyarakat di daerah-daerah yang saya kunjungi, dan hadirnya saya sebagai ibu mereka, ternyata memang sangat dirindukan,” ungkapnya.

Setelah melihat langsung kondisi masyarakat, menurut Widya, kasus stunting di Maluku masih bisa dicegah karena daerah Maluku cukup subur dan kekayaan lautnya berlimpah sehingga kebutuhan protein cukup tersedia. Kebutuhan akan protein bersumber dari ikan-ikan, atau dari umbi-umbian, yang mudah ditemukan oleh masyarakat.

Ia menyimpulkan, tingginya angka stunting disebabkan karena pola hidup masyarakat yang kurang sehat. Hal ini berkaitan dengan kondisi kesehatan lingkungan yang membuat tingginya penyakit infeksi, dan adanya perilaku dan kebiasaan tidak makan sayur.

“Penurunan pendapatan masyarakat sebagai akibat dari pandemi Covid-19 juga saya khawatirkan akan berdampak buruk pada kuantitas dan kualitas gizi keluarga, yang pada akhirnya bisa memicu peningkatan kasus stunting di masyarakat kita,” bebernya.

Untuk akselerasi dan percepatan penurunan angka stunting, dirinya turut melibatkan peran serta para Ketua Tim Penggerak PKK di tingkat Kabupaten/Kota, dengan mengukuhkan 11 Ketua Tim Penggerak PKK sebagai Bunda Parenting di daerahnya masing-masing.

“Kelemahan lain yang membuat Maluku memiliki kasus stunting cukup tinggi, karena sebelumnya koordinasi lintas sektor sangat lemah. Karena itu, setiap mengunjungi desa-desa locus stunting, saya selalu mengajak para pimpinan OPD baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk melihat secara langsung permasalahan di masyarakat, dan bersama-sama mencari solusinya,” katanya

Di pengujung testimoninya, Widya mengajak semua pihak, termasuk Universitas Pattimura untuk bersama-sama perangi stunting demi mewujudkan Indonesia Emas.

“Tanggungjawab masa depan generasi Indonesia ada di kita untuk mewujudkan Indonesia Emas sebagaimana cita-cita bersama. Sudah saatnya kita bergerak bersama-sama, dan melakukan kerja-kerja yang konkrit,” tandasnya.

Webinar yang dibuka oleh Rektor Unpatti Prof. Dr. M.J. Sapteno ini menghadirkan para narasumber yakni Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN Prof. Rizak Martua Damanik, Staf Ahli Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Stunting Kantor Wakil Presiden RI Dr. Lucy Widasari, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku dr. Meikyal Pontoh, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku Dra. Renta Rego, dan Dosen Fakultas Pertanian Unpatti Ir. Wardis Girsang, M.Si, PhD. (BB-DIO)