Pernyataan itu kemudia diralat. Jenderal (Purn) TNI itu, mengakui kekeliruannya dengan menyebut media massa. Ia secepatnya menyampaikan klarifikasi dengan meminta publik jangan samakan media sosial dengan media massa.

"Jangan dicampuradukan dengan media elektronik, cetak atau online. Kan kalau mereka ada aturannya. Jadi jangan disamaratakan dengan medsos,"

Wiranto menyadari dengan sungguh banyak tangan kaum jurnalis yang berjasa terhadap bangsa. Dia juga menyadari apa jadinya jika negara tanpa pers. Begitulah pemikiran Wiranto, sehingga kesalahan itu cepat diralat.

Kembali ke kasus banjir Sabuai. Peristiwa ini adalah momentum yang dahsyat. Peristiwa Sabuai telah menyasar kepentingan orang banyak. Termasuk generasi mendatang. Pers yang termasuk di dalamnya media elektronik tidak mungkin salah dalam mewartakan peristiwa itu.

Faktanya memang ada banjir. Kejadian itu baru pertama kali terjadi. Ada warga Sabuai yang diterpa kesulitan. Ada anak Sabuai yang terpenjara akibat melawan pengrusakan hutan.

Ada pula fakta kerakusan dan penyerobotan  akibat sikap acuh tahu sang pemimpin.

Lantas kenapa harus pers yang menjadi ‘kambing hitam’? Kenapa bukan hujan atau air yang terlampau deras turun dan terlampau meluap menutup perkampungan Sabuai?

Apakah dengan pers tidak memberitakan fakta di Sabuai, lantas tak pernah ada warga yang menjerit?   

Satu hal yang perlu diketahui, dalam  teori korespondensi, kebenaran atau keadaan benar itu adalah berupa kesesuaian  fakta-fakta yang terjadi di lapangan.

Atau ringkasnya, sebuah pernyataan dikatakan benar jika terdapat korelasi antara pernyataan dan kenyataan.  

Oh…Tuhan, menyikapi hal serumit Sabuai itu, tak bisa dengan saling menyalahkan. Kalau pun harus menyalahkan pers, mungkin bahasanya lebih elegan adalah ‘para pejabat terlalu jauh dengan rakyat, sementara pers semakin dekat dengan rakyat’.

Ini yang terjadi di Sabuai, saking dekatnya pers dengan warga Sabuai, membuat  ruang publik sering mengharu biru.  Ada percikan, letusan dan bahkan tsunami informasi yang tak bisa dibendung.    

Begitulah realiata yang dihadapi, para pejabat harus lebih pekah, agar rakyatnya tidak merasa kesepian dan memilih curhat ke rekan-rekan pers. Semoga (*)