Kenali Covid-19 Varian Delta dan Gejala yang Ditimbulkan
SAR-CoV-2 juga memiliki RNA sepanjang 29.903 asam amino (atau dapat dianalogikan sebagai 'baris kode' dalam dunia komputer). Salah satu yang membedakan RNA dengan DNA adalah tidak adanya enzim yang bekerja untuk melakukan proofreading (pengoreksi).
Misalpun ada maka, enzim pengoreksi pada RNA terlalu lemah, tak sehebat milik DNA. Bagi makhluk hidup yang tersusun oleh DNA, dan karenanya memiliki enzim pengoreksi (bernama polymerases), ketika ia berkembang biak, maka keturunannya akan memiliki kode genetik yang identik (atau tidak jauh berbeda) dengan induknya, yang terjadi karena polymerases melakukan proses pengecekan kode genetik yang diturunkan.
Sedangkan pada RNA, yang tidak memiliki (atau memiliki tetapi enzimnya lemah), tidak dapat melakukan pengecekan ini. Sehingga, saat makhluk yang tersusun dari RNA berkembang biak, mutasi--perubahan kode genetik pada keturunannya--sangat mungkin terjadi.
Kemungkinan terjadinya mutasi pada makhluk hidup yang disusun oleh RNA adalah 10 pangkat -6 hingga 10 pangkat -4. Artinya, di setiap satu juta virus SARS-CoV-2 yang baru lahir, satu hingga 100 di antaranya memiliki kode genetik yang tak serupa dengan induknya.
Berdasarkan analisis terhadap 48.637 genom SARS-CoV-2 yang diperoleh dari Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) pada pertengahan 2020 lalu dan membandingkannya dengan Wuhan-HU-1, Mercatelli menemukan tujuh mutasi genetik.
Gejala COVID-19 Varian Delta Lantas apa beda gelaja varian Delta dengan flu biasa? Sebenarnya Covid-19 varian Delta ini pertama kali diidentifikasi di India pada Oktober 2020.
Kemudian pada perkembangannya, kini WHO menyatakan bahwa varian Delta menjadi strain dominan dari Covid-19 di seluruh dunia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung sekaligus Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi menyebut Varian Delta Covid-19 atau B1617 asal India bisa menular dalam hitungan detik.