BERITABETA.COM, Ambon - Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI, Hilmar Farid, mengapresiasi kemunculan Komunitas Budaya Lanit'e, yang diluncurkan di Kota Ambon, Sabtu malam (11/9/2021).

"Ini menunjukkan semangat kalangan muda untuk memajukan kebudayaan. Saya menyambut baik kehadiran Komunitas Lanit'e, dan berharap teman-teman ini bisa berkontribusi positif dan bekerjasama dengan berbagai unsur," ujar Hilmar, sesaat setelah peluncuran komunitas tersebut.

Hilmar yang juga membuat video ucapan selamatnya dan ditayangkan saat acara peluncuran berlangsung, juga berharap pemerintah daerah entah itu di kota maupun provinsi, bisa turut mendukung dan melihat kehadiran Komunitas Lanit'e ini sebagai mitra kerja yang setara.

Apresiasi yang sama juga datang dari Guru Besar Universitas Pattimura Ambon, Prof. Dr. A. Watloly, yang ikut hadir pada acara peluncuran komunitas yang dikomandoi M. Fazwan Wasahua ini.

"Generasi yang sudah tua, selama ini bergelut dengan proses-proses membangun budaya Maluku, dan teristimewa kita harus bersyukur bahwa kita Maluku itu dulu, meski pernah dikacaukan oleh sebuah situasi tetapi kita memenangkannya. Kita punya keutuhan muncul kembali, karena kita menggunakan pendekatan budaya," sebutnya.

Menurut ia, kini generasi muda Maluku ingin mempertahankan realitas itu. "Bahwa hanya dengan budaya Maluku yang tadinya talamburang, Maluku yang segregasi dalam berbagai macam realitas yang memang itu alami, dan sudah terbentuk cukup lama membentuk ruang publik nilai yang sangat segregatif, tiba-tiba anak-anak muda ini muncul, mengawal semua proses itu," katanya, terkait kehadiran Komunitas Lanit'e.

Bagi Watloly, kemunculan komunitas ini, bukan sebagai sebuah gerbong baru, tapi sebuah lokomotif budaya yang baru. "Sehingga diharapkan mereka akan menjadi pioner, agen-agen untuk kita terus membawa pemajuan bagi kebudayaan Maluku ini.

Ia katakan, Maluku ini maju karena punya kebudayaan. Jadi itu penting dimanapun juga mereka akan melakukan transformasi. Perubahan-perubahan perilaku, perubahan-perubahan pemikir yang selama ini yang disebutnya tadi, bahwa kita memang pernah hidup di sebuah periode segregasi beda dengan tete moyang dolo-dolo.

"Mereka yang yang disimbolakan dengan Lanite itu, mereka punya sebuah sumber narasi besar. Sekarang kita hanya hidup dalam narasi-narasi kecil, dan dibesarakan dari narasi-narasi kecil itu. Baik itu dalam bentuk agama, dalam bentuk budaya dalam bentuk pulau sehingga kita talamburang," bebernya.

Padahal akar budaya itu, lanjut Watloly,  begitu kuat dengan narasi-narasi yang inner values, yang gagasan-gagasan batinnya kuat dengan inner visions. Gagasan-gagasan batin dengan nilai debat yang kuat itu, kata dia, ternyata itu hanya ada di budaya.