Ketika situasi semakin kritis, Roeshan Rusli mengundurkan diri dan digantikan Kolonel Parwis Nasution. Ali Sadikin, ketua Dewan Pengawas PT Arafat, pun mengundurkan diri.

Seperti pada tahun 1974, biaya haji udara Rp 560.000, sedangkan haji laut berdikari Rp 556.000. Jamaah haji melalui pesawat terbang ada 53.752 orang, sedangkan yang pakai kapal laut hanya 15.396 orang.

Nasib haji laut terhenti pada tahun 1979 ketika PT Arafat dinyatakan pailit lewat SK Menteri Perhubungan No SK-72/OT.001/Phb-79. Hal tersebut dipilih pemerintah karena PT Arafat tidak mampu mengurusi haji laut lagi.

Apalagi saat itu biaya haji laut lebih mahal daripada haji udara. Tahun 1978, biaya haji udara hanya Rp 766.000, sementara biaya kapal laut mencapai Rp 905.000.

Beban perjalanan haji melalui jalur laut juga diperparah dengan berbagai persiapan yang harus dilakukan calon jemaah haji. Seperti diceritakan setiap jamaah haji dibekali beras 25 kg, gula pasir (4 kg), teh, kopi bubuk, krupuk udang, minyak goreng, sabun dan sabun cuci masing-masing 2 batang. Meski begitu, biasanya mereka para jamaah merasa tidak cukup dengan bekal yang sudah disediakan itu.

Jumlah jemaah haji di tahun 1972 itu meningkat 59% dari jumlah tahun sebelumnya, yang memberangkatkan sebanyak 14.052 orang. Jumlah ini kemudian meningkat signifikan di tahun 1973 yakni 44.582 atau sekitar 100 persen (*)

Pewarta : dhino pattisahusiwa

Dari berbagai sumber