Oleh : Amrullah Usemahu (Korwil HIMAPIKANI Maluku, Malut, Papua 2007-2009)

PRESIDEN RI Joko Widodo telah memilih dan melantik Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI pada Rabu, 23 Oktober 2019. Ada dua hal yang disampaikan Presiden untuk menteri KKP baru. Benahi komonikasi dengan nelayan dan optimalkan perikanan budidaya.

Sebagai insan perikanan Maluku pastinya berharap dengan kepemimpinan menteri KKP yang baru ini dapat memberi semangat dan harapan baru bagi pengelolaan sektor kelautan dan perikanan Indonesia ke depan khususnya juga di Maluku.

Berdasarkan  pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, perairan Maluku dibagi atas tiga kawasan WPP, yakni Laut Banda merupakan WPP 714, Laut Seram ada pada WPP 715, dan Laut Arafura pada WPP 718.

Sesuai Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 47/Kepmen-KP/2016 tentang  estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia total stok di 3 WPP ini mencapai 3.055.502 atau sekitar 30% dari stok ikan nasional.

Tingkat pemanfaatan pada tahun 2016 baru sekitar 565.350 ton atau sebesar 18,50 persen. Selain itu peluang pengembangan sektor budidaya juga sangatlah besar yang total arealnya mencapai 722.701 Ha terbagi atas areal budidaya laut mencapai 495.300 Ha, budidaya air tawar 36.251 Ha dan budidaya air payau 191 Ha.

Sayangnya potensi yang ada belum dapat dikelola secara maksimal dikarenakan berbagai kendala yang ada.  Seperti regulasi nasional yang belum memihak, sarana prasarana perikanan belum memadai maupun kendala lainnya.  

Jadi tak heran Maluku masih berada pada provinsi termiskin nomor 4 di Indonesia di tengah kekayaan laut yang melimpah ruah. Membangun perikanan, kita tidak hanya bisa berbicara angka-angka potensi di atas kertas saja tetapi bagaimana potensi yang ada lestari dan dapat dikelola dengan baik serta menghasilkan nilai positif bagi masyarakat perikanan.

Publik Maluku selama ini berharap kiranya melalui kebijakan lumbung ikan nasional (LIN) Maluku akan bangkit dari keterpurukan dalam sisi pembangunan daerahnya. Apalagi dengan karakteristik 92,4 % adalah lautan dan 7,6 % adalah daratan serta terdapat 1.340 pulau dan garis panjang pantai mencapai 10.630,1 KM sehingga pastinya butuh dukungan berupa kebijakan dan anggaran yang kondusif, karena membangun daerah karakteristik kepulauan pastinya berbeda dengan kontinental. 

Saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi Maluku yang diberikan oleh pemerintah pusat terbilang kecil, hanya sekitar Rp. 2,8 triliun. Dengan rentang kendali antar pulau yang begitu luas pastinya akan berdampak pada pelayanan distribusi barang dan jasa kepada masyarakat serta membutuhkan biaya yang besar.

Menteri KKP yang baru kiranya dapat melihat ini (LIN) sebagai hal strategis yang patut diperhatikan guna mendukung Industri perikanan nasional. Sebagai catatan, ekspor produk perikanan Maluku masih terus mengalami penurunan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku selama Juli 2019 nilai ekspor mencapai 0,64 juta dolar Amerika Serikat atau turun sekitar 50,54 persen dibanding ekspor Juni yang mencapai 1,30 juta dolar Amerika Serikat.

Secara kumulatif nilai komoditas asal Maluku yang diekspor dari pelabuhan luar Maluku pada Januari sampai dengan Juli mencapai 10,10 juta dolar Amerika Serikat atau menurun 43,50 persen dibanding periode yang sama 2018.

Ekspor Maluku Januari-Juli 2019 seluruhnya berasal dari kelompok ikan dan udang udang yakni ikan kerapu,ikan tuna sirip kuning dan kepiting. Volume ekspor Maluku pada bulan Juli 2019 sebesar 0,10 ribu ton atau mengalami penurunan sebesar 23,40 persen bila dibandingkan dengan volume ekspor Juni 2019 untuk komoditi ikan dan udang.

Selama Januari- Juli 2019 volume ekspor Maluku mencapai 0,84 ribu ton atau menurun 98,44 persen dibanding periode yang sama 2018. Jika sebelumnya Kebijakan pemberantasan IUU Fishing yang dilaksanakan oleh menteri Susi dalam 5 tahun ini berdampak signifikan untuk pemberantasan aktifitas ilegal di perairan Indonesia termasuk WPP 718 Arafura sehingga patut diapresiasi dampak positifnya tersebut.

Sebab, memberikan efek jera terhadap pelaku penangkapan ikan illegal dengan dilakukan penenggelaman kapal. Sekarang saatnya untuk fokus pada peningkatan ekonomi masyarakat dengan mengatur tata kelola sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.

Kalau bicara tata kelola perikanan, kita tidak hanya bicara soal keberlimpahan sumberdaya saja tetapi secara ekonomi dan sosial pun patut diperhatikan sebagai satu kesatuan keseimbangan pengelolaan perikanan yang tidak dapat terpisahkan.

Maluku dengan 12 gugus pulau dan karateristik sumberdaya perikanan yang variatif haruslah dikelola dengan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli daerah.

Kompleksitas pembangunan kelautan dan perikanan yang ada maka diperlukan kolaborasi dan sinergi antara Pemerintah pusat (KKP) dan Pemerintah daerah dalam implementasi berbagai program pembangunan yang diatur pada berbagai regulasi,anggaran dan kebijakan.

Jika ini telah diatur dengan baik maka  akan berdampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan selain meningkatkan iklim investasi usaha di sektor perikanan. Kita menunggu Gebrakan brilian Menteri KKP Edhy Prabowo (***)