Maroko dan Pesan Bilatusy Syuhada

Catatan : Mary Toekan (Pemerhati Sejarah Islam)
Jantung perjuangan Maroko telah berhenti berdetak. Nyanyian cinta dan bentangan bendera Palestina tak lagi terdengar dan terlihat di stadion pertandingan.
Sunatullah telah ditetapkan. Allah sebaik - baik pengambil keputusan. Sujud syukur mengakhiri laga dunia pasukan Al - Maghrib.
Sungguh mereka telah mencuri setiap hati pencintanya. Bumi mencatat sejarah Al - Maghrib dalam dunia sepak bola.
Thank you brothers atas semua jamuan kasih sayang yang kalian hidangkan. Selamat berjuang untuk tim Argentina dan Prancis. Kalian layak berada di tempat itu !
Gelar piala dunia kali ini terkesan berbeda. Qatar menyelipkan syiar Islam dengan potongan surah Al hujurat ayat 13, yang dilantunkan pada pembukaan perhelatan dunia.
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki - laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku - suku supaya kamu saling kenal - mengenal."
" Gak usah bawa - bawa agama, bro ! "
Begitu sebaris kalimat yang kudengar dari sebagian Muslim kepada saudaranya yang lain. Aku terdiam sejenak lalu membatin.
"Aaaah, dek ! Jika saja penguasa peradaban sepolos dirimu...."
Bro...
Ini bukan melulu tentang sepak bola...
Ini bukan melulu tentang kemenangan...
Ini tentang pesan cinta dalam laga dunia...
Ada ruang kebebasan di sana....!!
Tim Panzer Jerman ngotot menyuarakan warna warni, menjadi contoh bagaimana ruang itu dicuri untuk menyuarakan hak asasi manusia versi mereka.

Maroko yang diprediksi hanya mengantongi 3 % peluang kemenangan, ibarat Daud melawan Jalut. Raksasa - raksasa bola itu, dirumahkan tanpa ampun. Demam Maroko menjangkiti kaum Muslimin di seluruh belahan bumi.
Panji - panji Palestina dibentangkan. Cinta mereka kepada saudaranya yang sedang terus berjuang melawan ketidakadilan penguasa dunia, diekspresikan dalam setiap lembar episode kemenangan.
Tak cukup sampai di situ. Melajunya Maroko ke semi final, membuka durasi jendela Islam di mata dunia. Berharap semoga menjernihkan kembali wajah Islam yang dikeruhkan, menjaring hembusan Islamophobia.
Di negeriku mungkin tak begitu berpengaruh. Tapi bagi kami di belahan bumi di sini, sungguh menjadi sebuah keberkahan.
Keindahan syariat digelar dalam kepingan perhelatan. Media - media sosial merekam momen - momen indah, meng counter berita - berita miring yang akan diabadikan dalam helai - helai sejarah.
Momen dimana dunia bisa berpikir kembali bahwa ternyata tanpa alkoholpun mereka bisa menikmati kesenangan lebih damai dengan akal yang terus dalam kondisi seratus persen sehat bin sadar.
Dan ummat Muslim telah membuktikan itu dalam momen - momen emas minus alkohol. Tanpa bermaksud menyamakan kedua peristiwa ini. Sekedar membuka lembaran usang berdebu yang hampir punah termakan waktu.

Skenario kemenangan demi kemenangan tim Maroko untukku, seperti membuka kisah ratusan tahun sejarah Andalusia ketika pasukan Thariq bin Ziyad diperintah oleh Musa bin Nushair, gubernur jenderal Al - Maghrib menyeberangi selat Gibraltar menuju semenanjung Iberia.
Pasukan Thariq hanya dengan kekuatan setengahnya berhasil menaklukkan pasukan kerajaan Visigoth Andalusia yang datang dengan kekuatan penuh berjumlah dua kalinya Al - Maghrib dalam pertempuran Guadalete tahun 711 M.
Kemenangan pasukan Al Maghrib atas Spanyol, menyebar menundukkan hati penduduk Portugal. Portugal menjadi wilayah teritorial Andalusia. Peradaban Islam mencahayai sebagian tanah Eropa hingga delapan abad ke depan.
Ummat Muslim menjadi bangsa paling maju, paling canggih, paling religius di abad pertengahan. Unggul 600 tahun di depan peradaban Barat pada masa pertengahan atau midle age. Saat itu, Eropa sedang dalam kegelapan, kepekatan peradaban dan ilmu pengetahuan.
Setelah membuka Spanyol dan Portugal, Musa bin Nushair bertekad menerobos pegunungan Pirenia dan negeri - negeri sekitarnya.
Di bawah komando gubernur Andalusia, As - Samh bin Malik Al - Khulani, mereka kembali menguasai negara bagian Septimania, salah satu daerah pesisir menghadap laut Mediterania, bagian Selatan Prancis.
Perang sengit terjadi berjarak 239 km dari kota Paris, tepatnya antara dua daerah Toro dan Poitiers. Panglima pasukan Muslim adalah seorang mujahid bernama Abdurrahman Al - Ghafiqi memimpin 50 ribu pasukan.
Sementara Charles Martell, seorang menteri negara Prancis, dipercaya memimpin 200 ribu pasukan sekutu.
Sejarah merekam pertempuran selama tujuh hari ini dengan nama Battle of Tours atau Battle of Poitiers. Dalam literatur Islam dinamai Bilatusy Syuhada ( Permadani para syahid ).
Puncak pertempuran terjadi pada tanggal 10 Oktober 732 M. Abdurrahman Al - Ghafiqi tercatat sebagai panglima terakhir yang memimpin pasukan Muslim. Mereka sangat terlatih menaklukkan gunung - gunung di Barons ( Pirenia ) dan mengobrak - abrik jantung Eropa.
Nyaris peperangan dimenangkan pasukan Muslim, hingga peristiwa itu terjadi.
"Tinggalkan harta itu...!! " : teriak Al - Ghafiqi berulang - ulang pada pasukannya.
Harta hasil peperangan ini berat untuk dibawa pasukan, namun mereka memaksa membawa harta - harta itu dan meletakkannya di bagian belakang pasukan dan dijaga oleh beberapa penjaga.
Tentara Martell mengetahui hal ini dan memancing kaum Muslimin sibuk dengan pasukan paling belakang, hingga sebagian mereka berputar arah, menolong pasukan yang sedang membawa harta.
Seketika itu Al - Ghafiqi memacu kudanya sekuat tenaga menyelamatkan barisan pasukannya dari arah depan.
Sebuah anak panah menancap di jantungnya. Sang Panglima itu pergi dengan gagahnya, meninggalkan pasukan Muslimin. Tak ada lagi komando. Saatnya mereka dibantai dari segala arah.
Tragedi Bilatusy Syuhada menjadj akhir dari perjalanan kemenangan Islam di belahan Eropa.
Sejatinya, pasukan Muslimin telah berhasil membebaskan sepertiga wilayah Kerajaan Prancis.
Salah satu jejak yang ditinggalkan adalah kota Ramatuelle di Tenggara Prancis yang dicomot dari bahasa Arab Rahmatullah. Kota ini masih dapat disaksikan hingga kini.
Kemenangan pasukan Prancis diabadikan menjadi merk minuman alkohol legendaris, Martell 732.
Seorang filsuf Prancis, Gustave Le Bon yang hidup antara tahun 1841 - 1931, menulis dalam karyanya La Civilization des Arabes (Peradaban Arab).
"Jika saja pasukan Muslimin menang dalam Battle of Tours, apa yang akan diperoleh Prancis waktu itu ? Prancis akan mendapatkan peradaban berkembang yang sama yang diperoleh Spanyol di bawah panji peradaban Islam. "
Begitulah hikmah yang sedang Allah titipkan kepada ummat Islam bahkan Allah abadikan dalam surah Al - Anfal tentang ghanimah atau harta hasil peperangan.
Tersebab ghanimah ini banyak kaum Muslimin terkapar dalam kekalahan. Entah dalam perang maupun dalam kesehariannya.
"Dalam Kemenangan dan kekalahan, mereka bersujud kepada Tuhan mereka untuk Bersyukur dan Menghargai Dia dalam Sujudush-Shukur. Mereka belum bisa memenangkan Piala Dunia, tapi mereka memenangkan hati kami sebagai Singa Afrika dan Arab yang sesungguhnya. Mereka telah menunjukkan semangat dan semangat juang untuk membuktikan bahwa dunia salah tentang Afrika dan Arab,"
(Kalimat di atas, ku kutip dari salah satu wawancara pemuda - pemuda Muslim di sini ).
Marocco, terima kasih untuk menyuguhkan cinta pada Palestina. In sha Allah, semoga Allah izinkan kita bertemu lagi dalam laga dunia yang akan datang (*)
Geldrop, 22 Jumadil Awal 1444 H.