Mengenal Indra Rudiansyah, Mahasiswa Indonesia di Balik Vaksin AstraZeneca

BERITABETA.COM – Di tengah pandami Covid-19 yang kini meradang, Indonesia dikagatkan dengan tampilnya sesosok mahasiswa yang terlibat dalam tim peneliti yang kini berupaya penyelamkan dunia dari penyebaran virus mematikan ini.
Namanya, kini ramai menjadi perbincangan publik di tanah air. Dia adalah Indra Rudiansyah mahasiswa asal Indonesia ini terlibat dalam pengembangan vaksin Covid-19, AstraZeneca.
Vaksin ini adalah satu di antara beberapa yang telah lulus uji keamanan, keselamatan, dan efektivitas untuk kemudian digunakan dalam melawan pandemi Covid-19.
Lalu siapa Indra Rudiansyah?
Indra merupakan penerima beasiswa LPDP program doktoral pada Clinical Medicine, The University of Oxford, Inggris.
Pria yang kini mengenyam pendidikan S3 tersebut merupakan bagian dari tim riset vaksin Covid-19 Oxford/AstraZeneca, bersama dengan Sarah Gilbert, Kepala Institut Jenner di Oxford University sekaligus ahli vaksinasi di Inggris.
Beberapa waktu lalu, Sarah memperkenalkan sejumlah tim risetnya yang bekerja di balik terciptanya vaksin AstraZeneca. Salah satunya adalah Indra Rudiansyah, yang dengan bangganya berujar bahwa dia berasal dari Indonesia.
“Saya berasal dari Indonesia. Saya mahasiswa di Jenner Institute. Kebanyakan, saya melakukan riset yang fokus mengembangkan vaksin untuk melawan beberapa penyakit,” kata Indra dikutip dari video ‘The Oxford Vaccine: Meet the team behind the breakthrough’ yang diunggah di kanal YouTube Deutsche Bank, Senin (19/7/2021).
Penyakit-penyakit itu di antaranya HIV, Ebola, dan yang berpotensi menimbulkan pandemi seperti SARS, MERS dan Covid-19. Selain itu, di video tersebut, Indra juga mengungkapkan tantangan saat mengembangkan vaksin Covid-19.
“Mengerjakan project ini cukup menantang, karena kami harus bekerja berkejaran waktu dengan virus ini dan kita tahu banyak korban yang meninggal karena Covid-19. Tantangan lainnya juga, kami pun harus bekerja dalam situasi yang berbeda karena pandemi, seperti harus melakukan social distancing dan mengurangi keleluasaan di laboratorium,” ujarnya.

Lulusan S1 Ilmu Mikrobiologi dan S2 Bioteknologi di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu direkrut Sarah Gilbert dalam tim vaksin Covid-19 pada Mei 2020.
Indra mencatat sejumlah ilmuwan terkenal lainnya dalam itu, di antaranya, Andrew Pollard, Teresa Lambe, Catherine Green, Adrian Hill, dan Sandy Douglas.
Dilansir BBC, Sarah Gilbert merupakan seorang profesor yang bertugas memimpin tim peneliti vaksin dari Universitas Oxford yang bermitra dengan AstraZeneca. Sarah Gilbert memimpin tim berisikan 300 anggota yang berhasil menunjukkan kemajuan bahwa vaksin bekerja dengan aman dan berfungsi untuk melawan Covid-19.
Mengutip dari unggahan akun Facebook resmi LPDP Kementerian Keuangan RI, dalam tim tersebut, Indra berperan dalam tahapan uji klinis untuk melihat antibody response dari para volunteer yang sudah divaksinasi.
Dalam pengembangan vaksin, Indra bahkan telah menghabiskan waktu rata-rata 10 jam di laboratorium setiap hari.
Pria 29 tahun ini juga sempat menjadi peneliti pada perusahaan BUMN yang bergerak di bidang farmasi.
Sosok Indra Rudiansyah ini pun lantas membuat masyarakat Indonesia bangga. Salah satunya, Ketua Dewan Pertimbangan PB IDI, Prof Zubairi Djoerban yang salut dengan sosok Indra.
“Saya akan mengingat namanya: Indra Rudiansyah, mahasiswa S3 Program Clinical Medicine, Jenner Institute, Universitas Oxford. Indra adalah bagian dari tim Sarah Gilbert, penemu Vaksin AstraZeneca yang menyerahkan hak paten temuannya itu. Salut,” kata Prof Zubairi melalui akun Twitternya.
Adapun Sarah Gilbert belakangan menghiasi pemberitaan dunia karena melepas hak patennya demi vaksin Covid-19 itu bisa didistribusikan dan digunakan luas masyarakat di dunia.
Profesor vaksinologi itu di antaranya menerima standing ovation saat hadir di antara bangku penonton saat laga pembuka turnamen tenis Wimbledon pada 28 Juni 2021.
Seperti dalam videonya, Sarah mengakui peran tim yang terdiri dari beragam keahlian yang ada di belakangnya dalam proses produksi vaksin AstraZeneca selama sebelas bulan sejak Januari 2020.
Termasuk, dia menunjuk, tim yang terdiri dari para mahasiswa.
"Ini sebuah capaian yang sangat besar, dan tanpa mereka kami tidak dapat melakukan progres secepat yang kemarin," katanya.
Indra, dalam video, mengungkapkkan kalau dirinya adalah mahasiswa di kelompok pengembangan vaksin malaria pre-erythrocytic di Institut Jenner.
Dalam tim pembuat vaksin AstraZeneca, Indra menerangkan, "Saya terlibat dalam pengukuran repons antibodi di antara para relawan uji klinis."
Dia mengakui bekerja dalam tim itu sangat menantang karena mereka harus bekerja berlomba dengan waktu dan korban meninggal yang terus berjatuhan.
"Kami juga harus bekerja dalam srituasi yang berbeda karena pandemi," katanya menunjuk aturan social distancing yang mengurangi keleluasaan di laboratorium.
Dalam laman LinkedIn-nya, Indra Rudiansyah mengaku memiliki antusiasme yang tinggi di bidang bioteknologi, bioproses dan teknologi mutakhir seperti genome editing dan synthetic biology.
“Saya percaya bahwa teknologi ini dapat meningkatkan kualitas hidup, seperti dalam memerangi epidemi dan penyakit langka,” tulis Idra dalam profilnya (*)
Editor : Redaksi