Oleh : Mizwar Tomagola(Ketua Umum HMI Cabang Ambon)

BAIK buruknya suatu Negara dilihat dari kualitas pemudanya. Pemuda di dalamnya termasuk mahasiswa. Olehnya itu, mahasiswa harus mempunyai karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya, memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global.

Mahasiswa perlu memperhatikan bahwa mereka mempunyai fungsi sebagai agent of change, moral force and sosial kontrol sehingga fungsi tersebut dapat berguna bagi masyarakat. Maka tak heran, dalam sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia, mahasiswa selalu mempunyai peran yang sangat strategis di setiap peristiwa penting yang terjadi. Sebut saja, ketika menjatuhkan rezim Soekarno (orde lama), hingga kembali menjatuhkan rezim Soeharto (orde baru), mahasiswa menjadi tulang punggung bagi setiap pergerakan perubahan ketika masa tersebut tidak sesuai dengan keinginan rakyat.

Maka tak heran, mahasiswa selalu menjadi people make history (orang yang membuat sejarah) di setiap waktunya. Saya melihat mahasiswa akan lebih bersifat kreatif untuk melakukan pergerakan ketika kondisi atau suasana di sekitarnya mengalami kerumitan, terdapat banyak masalah yang di hadapi yang tidak kunjung terselesaikan. Salah satunya adalah  yang terjadi saat ini, tuntutan mahasiswa tentang kedaulatan hukum.

Hari ini peristiwa pergerakan yang dilakukan mahasiswa di Maluku  kembali  mendapat agin segar. Mahasiswa diterima langsung oleh perwakilan DPRD Maluku dan aspirasinya mendapat garansi akan diperjuangkan.  Ini pertanda wakil rakyat kita cukup progres dalam merespon setiap aspirasi yang berkembang hari ini.

Selanjutnya, semoga yang diharapakan dapat terealisasi. Bahwasanya rakyat tidak butuh Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tajam ke bawah tumpul ke atas. Rakyat tidak butuh RUU yang menguntungkan korporasi tertentu. Yang rakyat butuh adalah Undang-Undang (UU) yang mampu melindungi dan memberi maslahat bagi semua anak bangsa. Semua itu, hari ini diperjuangkan oleh seluruh mahasiswa Indonesia.

Memang menjadi seorang demonstran punya banyak resiko. Mirip seperti yang dikatakan oleh Tan Malaka “Barang siapa memperjuangkan kepentingan umum, siap sedia kemerdekaannya akan direnggut”. Di kota-kota besar Indonesia dalam hitungan minggu saja, jatuh korban cukup banyak di pihak mahasiswa, Polri pun demikian. Ini adalah bencana Nasional dalam Negara yang menganut faham demokrasi.

Tindakan anarkis oknum mahasiswa dan tindakan represif oknum aparat terhadap sesama memang tidak bisa ditutupi. Tapi mesti dihindari agar tidak ada jatuh korban diantara kedua pihak. Bila ditelaah mahasiswa punya tugas, peran, dan fungsi yang sangat mulia, yakni menjadi penyalur aspirasi rakyat awam.

Tentu tugas-tugas ini mesti dibarengi dengan cara penyampaian yang tetap mengedepankan prinsip kekeluargaan, keamanan, dan ketertiban. Polri pun demikian, mereka punya tugas mulia. Melindungi dan mengayomi rakyat. Sebagai mahasiswa Maluku,  saya merasa apa yang dipertontonkan oleh oknum aparat yang memukuli, menabrak mahasiswa dengan mobil, bahkan ada temuan penembakan mahasiswa di lokasi aksi di beberapa kota, adalah tindakan premanisme. indakan ini sangat jauh dari profesionalisme sebagai anggota Polri. Korban-korban yang barjatuhan mesti menjadi referensi Kapolri Tito Karnavian, untuk bekerja maraton mengevaluasi anak buahnya saat mengawal aksi mahasiswa di berbagai kota.

Kembali ke Ambon, Maluku. Rentetan aksi yang coba dikondisikan dari tanggal 20 September 2019 oleh berbagai komponen pergerakan masif dijalankan di berbagai OKP dan perguruan tinggi dengan seruan “26 September ngampus di Kantor DPRD Provinsi Maluku”. Pada momentum yang dinanti, sekitar jam 09:30 WIT,  Ambon dan sekitarnya dilanda gempa dengan kekuatan 6,5 magnitudo. Bersamaan dengan bencana, Mahasiswa Unidar, Unpatti, dan Mahasiswa IAIN Ambon sedang bersiap-siap melakukan long march dari masing-masing kampus.

Dari ketiga perguruan tinggi, IAIN Ambon lebih awal keluar dari halaman kampus sekitar jam 07:00 WIT dan berpapasan dengan gempa dipertengahan jalan, tepatnya di kawasan Galunggung.  Pada posisi ini ada dilema tersendiri, sebagian korlap ingin menunda aksi. Tetapi mayoritas pendemo ingin tetap melanjutkan aksi tersebut sekalipun desas-desus Ambon akan dilanda tsunami.

Teriak massa “DPR RI dalam minggu-minggu ini akan melangsungkan paripurna dan mereka saat ini terkesan menutup mata, telinga dari tuntutan mahasiswa Indonesia, dan kita dari mahasiswa Maluku mesti bergerak untuk menolak berbagai rancangan UU yang anggap kontroversial”. Aksi pun jalan dengan lancar dan damai tetapi rutenya diubah ke kantor Gubernur Maluku dan diakhiri dengan pembacaan sikap mahasiswa kepada Gubernur Maluku dan DPRD Maluku untuk melanjutkan tuntutan tersebut ke pusat.

Pasca aksi yang dilancarkan, terbit berbagai komentar di media sosial  yang membuat telinga mahasiswa IAIN Ambon sedikit panas. Ada yang menyesali aksi dengan komentar-komentar yang paling memilukan soal aksi yang terus dipaksakan. Tapi itulah konsekuensi antara tugas mahasiswa sebagai agen of change dan agen moral force.

Mereka terima konsekuensi itu sebagai bagian dari autokrtik bersama.  Pada posisi yang lain, respon baik pun muncul dari Sekwan DPRD Maluku dan membuka diri menerima tuntutan Mahasiswa IAIN Ambon dengan mengundang perwakilan dari setiap Senat untuk mampir di kantor DPRD membawa tuntutan.

Selain Mahasiswa IAIN Ambon. Senin, 30 September 2019 tadi, aksi kedaulatan hukum juga dilancarkan oleh Mahasiswa Unpatti, Mahasiswa Unidar, dan Mahasiswa STIA Alaska. Aksi yang dipusatkan di kantor DPRD Maluku berhasil menjebol pagar kantor dengan damai dan diakhiri dengan pertemuan terbuka antara perwakilan DPRD Maluku dan mahasiswa. Para Aleg yang bertemu turut mendukung tuntutan mahasiswa dan berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa Maluku ke pusat.

Dari perjuangan panjang seluruh mahasiswa Indonesia dan khusunya di Maluku hari ini. Bisa ditebak niatnya dan kepentingan apa yang mereka bawa. Tentu kepentingan yang mereka bawa adalah kepentingan rakyat bukan kepentingan segelintir elit. Terbaca lewat analisa kritis yang dirampungkan dalam tuntutan, semisal penolakan revisi UU KPK yang telah di sahkan dan mendesak segera dicabut dengan menerbitkan Perpu oleh Presiden, menolak RUU Pemasyarakatan yang memberikan keleluasaan bagi para nara pidana, menolak RUU Ketenagakerjaan yang justru merugikan para buru, menolak RUU Pertanahan yang dianggap tidak sesuai dengan spirit reformasi agraria, mendesak RUU PKS segera disahkan, dan menolak berbagai kriminalisasi terhadap aktivis pro demokrasi.

Disamping tugas sebagai mitra kritik pemerintah, tugas kemanusiaan lain pun saat ini sedang dijalankan oleh mahasiswa Maluku, yakni membuka posko kemanusian tanggap bencana Ambon-Lease-Seram. Terakhir, untuk semua mahasiswa Maluku yang mendedikasikan diri di jalan juang semoga tetap sehat dan diberikan umur yang panjang (***)