BERITABETA.COM, Masohi – Kebijakan mutasi tenaga guru dan medis yang berlangsung di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) jelang Pemilu 2019 lalu, akhirnya dibahas di rapat lintas Komisi DPRD Malteng,  Kamis (1/8/2019).

Dua OPD berkompoten atas kebijakan itu masing-masing Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Badan Kepegawaian Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pemerintah Kabupaten  Malteng dinilai telah menyalahi aturan.

Rapat yang berlangsung di Gedung DPRD Malteng dan dibuka langsung oleh Ketua DPRD Malteng Ibrahim Ruhunussa yang didampingi oleh Wakil Ketua Demianus Hattu, dipenuhi dengan kritikan pedas dari sejumlah anggota Dewan kepada pimpinan kedua OPD itu.

Ruhunussa saat membuka rapat tersebut mempertayakan alasan dan penyebab adanya kebijakan mutasi tersebut. Ia berpendapat, mutase guru yang dilakukan Pemkab Malteng sangat tidak tepat, sebab mutasi tenaga guru tidak mempertimbangkan aspek pemerataan tenaga guru, tapi dilakukan seenaknya.

 “DPRD berhak bertanya kenapa dilakukan mutasi pada sekolah yang jumlah tenaga  gurunya sudah pas. Bahkan ada sekolah yang kelebihan guru 5 sampai 6 tapi tidak dimutasi. Ini yang patut dijawab, karena sekolah yang jumlah gurunya sudah pas malah dimutasi,” tagas Ruhunussa.

Atas kejanggalan ini, Ruhunussa  meminta kepada seluruh anggota DPRD Malteng untuk tidak membenarkan kebijakan mutasi yang dilakukan oleh BKPSDM dan Dinas Pendidikan ini, karena dinilai telah menyimpang dari mekanisme.

“Saya berharap kepada teman-teman anggota tidak boleh ada proses pembenaran. Mutasi yang dilakukan tidak sesuai dengan mekanisme,” pintanya.

Kritikan senada juga disampaikan anggota Komisi IV DPRD Malteng yang membidangi masalah pendidikan, Hasan Alkatiri. Di hadapan forum rapat itu,  Hasan  mempertanyakan kebijakan mutase yang dilakukan pihak BKPSDM dan Dinas Pendidikan terhadap salah satu guru di Kecamatan Seram Utara Barat ke Pulau Banda.

“Guru bersangkutan ini sangat diperlukan tenanganya. Tapi akibat mutase ini, istrinya ditinggalkan nafkah batin dipisahkan antara suami dan istri hanya karena dia dituduh bersikap beda dalam politik lantas dimutasikan ke Banda,” beber  Alkatiri.

Alkatiri bahkan mengumpamakan Pulau Banda ibarat Guantanamo (Kamp tahanan militer di Amerika Serikat) yang diberlakukan Pemkab Malteng bagi pembuangan orang Seram Utara Barat.

Sementara Musriadin Labahawa, politisi PKS juga mempertanyakan sikap Pemkab Malteng yang memutasikan kepala sekolah yang baru dilantik, kemudian menjelang Pileg diganti dengan kepala sekolah yang lain.

“Di Tanjung Sial itu kan berapa bulan kemarin ada proses pergeseran kepala kepala sekolah. Tapi kenapa menjelang Pileg ada muncul SK terkait dengan perubahan kepala sekolah di beberapa sekolah.  Misalnya di SD Inpres. Ini hal yang harusnya tidak terjadi,” ungkap Labahawa.

Dia juga menegaskan bahwa, forum rapat tersebut, tidak berkaitan dengan saling menyalahkan namun lebih untuk mencari solusi terbaik.

“Ini agar kiranya tidak menimbulkan polemik dan permasalahan yang bisa mengganggu jalannya roda pemerintahan,” harapnya.

Menjawab semua kritikan itu,  Kepala BKPSDM Siti Soumena menepis dan mengatakan tindakan memutasi guru sudah sesuai dengan aturan.

“Mutasi bukan hak hak yang mutlak. Tidak akan dilakukan terhadap para PNS secara tidak baik. Ada beberapa ukuran yang perlu kita siasati atau kita kaji, untuk meloloskan seseorang dimutasi dari suatu tempat  atau unit kerja ke unit kerja lainnya,” jelas Soumena.

Soumena juga mengatakan, seorang CPNS yang diangkat  menjadi PNS, ada pernyataan tertulis yang merupakan dasar, untuk ditempatkan dimana saja, sesuai dengan kebutuhan lingkup pemerintah kabupaten/kota.

“CPNS yang diangkat menjadi PNS melalui regulasi kepegawaian maka dia siap ditempatkan dimana saja,  ini berlaku tidak hanya di Kabupaten Maluku Tengah,” urainya.

Meski demikian Soumena mengatakan, menerima masukan yang disampaikan DPRD Malteng dan akan melakukan perbaikan – perbaikan terkait dengan proses mutasi yang sudah terjadi (BB-FA)