Naturalisasi, Program Jadul di Tangan Erick Thohir
Mereka merupakan bintang sepakbola naturalisasi atau blasteran yang menyemarakkan persepakbolaan Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.
Jelang Asiang Games 2018 di negeri sendiri, PSSI tak ingin kehilangan muka dalam cabang olahraga paling bergengsi itu dengan ambil langkah bypass: naturalisasi.
Adalah Ilija Spasojeciv, pesepakbola Montenegro, yang Oktober 2017 sah menjadi warga Negara Indonesia (WNI) dan menambah deretan nama pemain hasil naturalisasi.
Dia sudah menjalani debutnya ketika timnas U-23 melakukan pertandingan persahabatan melawan timnas U-23 Suriah, November 2017.
Sayangnya, program Naturalisasi di era itu pun tidak mampu mengangkat nama Indonesia menjadi negara digdaya di dunia sepak bola, khususnya di Asia.
Tak heran ketika naturalisasi kembali muncul pada awal 2000-an, langsung menuai pro-kontra.
Hal ini juga menjadi penyebab banyak pihak menvonis program Naturalisasi hadir sebagai tanda Indonesia gagal dalam mengembangkan dunia sepak bola.
Timo Scheunemann, mantan pelatih Liga Indonesia yang kini jadi pengamat, ikut mengatakan hal itu bahwa naturalisasi pertanda pembinaan sepakbola Indonesia telah gagal.
Pernyataan Timo Scheunemann memang tak ada yang salah. Bila dirunut dari kepemimpinan PSSI dimulai dari Agum Gumelar sebagai Ketum PSSI, kemudian Nurdin Halid, Djohar Arifin Husin, La Nyalla Mattalitti hingga Edy Rahmayadi, prestasi sepak bola kita melalui kiprah timnas boleh dikata bisa-biasa saja bahkan Indonesia sempat terseret ke rangking FIFA yang menyedihkan.
Perubahan baru terlihat sejak Mochamad Iriawan (Iwan Bule) menjabat sebagai Ketum PSSI. Di era ini mulai tampak Timnas Indonesia menanjak dengan hadirnya pelatih kepala Shin Tae-yong dan beberapa amunisi baru pemain keturunan.
Kini saat dipegang Erick Thohir, sepak bola tanah air harus diakui makin mentereng. Program naturalisasi pun dilakukan dengan kriteria yang ketat. Erick bahkan menargetkan akan ada 150 pemain di berbagai jenjang usia yang harus dimiliki Timnas Indonesia.