Pemprov Bentuk UPG, ASN Penerima Gratifikasi Wajib Lapor
BERITABETA.COM, Ambon – Sebuah langkah jitu kini ditempuh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku. Untuk menciptakan birokrasi yang bersih, saat ini telah dibentuk Unit Pengendalian Gratisifikasi (UPG) Provinsi.
Dengan terbentuknya UPG ini, ada mekanisme yang mangatur setiap dinas atau Aparatur Sipil Negera (ASN) yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada UPG.
“Tujuan dari pelaporan ini untuk memutus mata rantai sanksi hukum, sekaligus untuk mengetahui, pemberian tersebut termasuk ke dalam gratifiaksi atau bukan” kata Plt Kepala Inspektorat Provinsi Maluku Rizal Latuconsina kepada wartawan di Ambon, Jumat (29/3/2019).
Laruconsina menjelaskan, menerima gratifikasi wajib melaporkan ke UPG, paling lambat dalam rentang waktu seminggu. Sebab, UPG ini dibentuk sebagai upaya preventif untuk meminialisir terjadinya korupsi yang bermula dari gratifikasi.
“Karena tidak semua gratifikasi itu dilarang. Setidaknya ada 12 macam yang dilarang, antara lain, berhubungan dengan jabatan, ada unsur kepentingan, bukan haknya dilarang, mutasi dan rotasi,”jelasnya.
Pembentukan UPG oleh Pemprov terdiri atas sejumlah elemen di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku. Pembentukannya mengacu pada aturan yang telah dikeluarkan gubernur kepala daerah.
Menurut Latuconsina, UPG merupakan unit kerja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemprov Maluku melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi secara transparan dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan.
Setiap gratifikasi yang diterima ASN atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, kecuali jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
“Mekanisme pelaporan gratifikasi antara lain bagi ASN atau penyelenggara negara melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK melalui UPG daerah, mengisi formulir secara lengkap sebelum 7 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima,” bebernya.
Mekanisme kerjanya, UPG wajib meneruskan laporan gratifikasi kepada KPK dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan gratifikasi diterima oleh UPG.
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Sebelumnya, Koordinator Wilayah IX KPK untuk Wilayah Sulawei Utara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara, Budi Waluya, saat ‘Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Daerah se-Provinsi Maluku’ bersama KPK, di kantor Gubernur Maluku, Ambon, Rabu (27/3/2019) berharap, inspektorat bisa bekerja secara profesional sehingga hasil temuan investigasi bisa dikomunikasikan ke kementerian terkait.
Sejauh ini, kata Budi baru dua daerah di Maluku yang menyampaikan transaksi non-tunai yakni Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Tual, sisanya belum menyampaikan transaksi non-tunai. Transaksi non-tunai merupakan implementasi kebijakan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurut Waluya, penyampaian transaksi non-tunai dari pemerintah daerah merupakan bagian dari upaya pencegahan korupsi.
“Dengan transaksi non-tunai, bendahara tidak banyak lagi menyimpan uang di kas dan ini juga mencegah orang untuk berbuat korupsi, mengelapkan uang dan sebagainya,” sebut dia.
Dia pun mengharapkan ada respons baik dari seluruh pemerintah daerah di Maluku untuk menyampaikan laporan transaksi non-tunai di daerahnya masing-masing.
Selain itu, dia juga mengajak pemda untuk bisa mengakses aplikasi Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK, yang di dalamnya terdapat capaian rencana aksi dari masing-masing Pemda.
Dia menyebut, sejauh ini capaian kinerja dari pemda di Maluku belum terlalu baik. Ini terbukti dari capaian kinerja Pemprov Maluku yang masih di bawah 24 persen, Pemkab Malra 35 persen, Pemkab Malteng 34 persen dan paling rendah Kabupaten Buru, dikarenakan ada beberapan sektor angkanya masing nol persen, salah satunya pengadaan barang dan jasa.
“Hasil itu sesuai peta, dan pemda di Maluku masih masuk zona merah. Jadi, zona merah itu dari 0-25 persen, zona kuning 25-50 persen, zona hijau 50-75 persen, dan zona hijau tua 75 persen,” ucap dia. (BB-DIO)