Pengelolaan Perikanan di Indonesia Timur, Kenapa Lambat ?
Butuh Kolaborasi BUMN dan BUMD Perikanan
Saya Mengutip pernyataan Ketua Forum Komonikasi Kemitraan Perikanan Tangkap (FK2PT) Dr. Agus Suherman,S.Pi.M.Si pada saat webinar yang diselenggarakan FK2PT beberapa waktu lalu.
Ia menyebutan terdapat salah satu kelemahan daya saing dari produk perikanan Indonesia dari wilayah timur, yaitu masalah biaya logistik yang masih tinggi. Upaya-upaya sinergitas BUMN dan Koperasi Perikanan perlu dicarikan solusi.
Bisa jadi, pemerintah dapat menugaskan, misalnya BUMN Cluster Pangan seperti Perum Perindo, PT Perikanan Nusantara, PT BGR Logistik (Bhanda Ghara Reksa) membuka simpul-simpul jalur distribusi produk perikanan melalui tol laut perikanan.
Sementara, penyediaan reefer container (kontainer berpendingin) dan harga logistik yang kompetitif akan memberikan keuntungan bagi nelayan.
Dengan asumsi minimal 3000 refer container setahun dari wilayah timur ke Jakarta dan Surabaya, dengan kapasitas 18 ton/per kontainer dan tingkat efisiensi 1000/kg saja maka akan ada Rp 54 miliar/tahun yang dapat dinikmati oleh koperasi maupun nelayan melalui harga jual yang lebih baik.
Apalagi jika pemerintah menyediakan kapal pengangkut khusus produk perikanan, akan semakin baik harga yang diterima para nelayan.
Ini kiranya bisa menjadi perhatian Pemerintah Pusat maupun daerah sehingga Wilayah Timur akan sendirinya bangkit dengan pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada.
Seperti yang disampaikan Ketua FK2PT, saya juga berharap kedepan Maluku sebagai salah satu wilayah di Indonesia timur yang akan dijadikan kawasan Lumbung Ikan Nasional dapat memiliki BUMD Perikanan, sehingga nantinya sebagai sarana konektifitas antar pulau dalam distribusi logistik perikanan.
Misalnya menjadi wadah membeli, menyuplai dan memasarkan hasil produksi nelayan di pulau- pulau. Ikan kita banyak tetapi sayangnya kita juga terkendala sarana prasarana yang masih terbatas dan rentang kendali antar gugus pulau (1.340 pulau) mengakibatkan nelayan sulit memasarkan hasil tangkapan, olahan atau budidayanya.
Selain itu untuk Maluku, BUMD Perikanan bisa berkolaborasi dengan 869 Bumdes yang telah terbentuk dari total 1.198 desa yang ada. Sementara ini dari 869 bumdes hanya sekitar 519 yang aktif dan 350 tidak aktif sesuai data sipede kemendesa per 5 Agustus 2020.
Dengan 92,4 % adalah wilayah lautan dan 7,6 % daratan serta masyarakat dominan hidup di wilayah pesisir dan berprofesi sebagai nelayan maka Bumdes juga kiranya dapat mengambil peran dengan memanfaatkan potensi yang ada untuk dikembangkan dalam membangun desa.
Di kota Ambon ada BUMN Perikanan yakni PT. Perikanan Nusantara (Perinus) bertempat di Desa Galala tetapi kayaknya terkendala dengan operasional lapangan yang perlu menjadi bahan perhatian.
Jika BUMN, BUMD dan BUMdes ini bisa bersinergi di sektor Perikanan secara tidak langsung perekonomian daerah akan berkembang dan arah menuju LIN akan terwujud dengan sendirinya.