Antara Pikiran dan Harapan dari Pembangunan Perikanan Maluku Kedepan
Oleh : Amrullah Usemahu,S.Pi (Kordinator Wilayah Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia Maluku,Maluku Utara, Papua 2007-2009)
KUNCI keberhasilan pembangunan Kelautan dan Perikanan itu adalah membangun sumber daya manusia-nya. Maluku selama ini dikatakan sebagai kawasan Lumbung Ikan Nasional (LIN) walaupun secara regulasi nasional belum diatur secara eksplisit. Hampir 30% potensi perikanan berada pada wilayah perairan Maluku yakni WPP 714 (Laut Banda), WPP 715 (Laut Seram) dan WPP 718 (Laut Arafura).
Hanya saja jangan kita, berbesar hati dengan nama ketiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) tersebut karena identik dengan daerah kita serta kemudian mengklaim bahwa itu wilayah perairan kita dan serta merta potensi ikan (dalam arti luas) yang terkandung di dalamnya adalah milik kita yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk Kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Karena Sesuai aturan perundang-undangan Republik ini bahwa batas pengelolaan laut untuk Provinsi adalah hanya 12 mil Laut dan diatas itu adalah diatur oleh pemerintah pusat, baik dari sisi pengelolaan, perijinan dan lainnya.
Selain itu Pengelolaan WPP misalnya saja Laut Banda (714) bukan saja Provinsi Maluku yang berada sekitar wilayah tersebut tetapi ada juga provinsi lainnya seperti NTT, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara. Karena ikan bersifat bergerak atau migrasi sehingga kita tidak mungkin menyatakan bahwa ini ikan dari Ambon, Ikan dari Kendari maupun daerah lainnya. Kita bisa menduga apabila ikan tersebut ditangkap oleh nelayan lokal kita (hasil produksi) dan didaratkan di sekitar pesisir perairan Maluku.
Selain itu, kondisi musim penangkapan yang sering berubah maka perlunya mengatur sistim logistik ikan lebih baik, agar di musim-musim paceklik masyarakat tidak kesulitan makan ikan atau harganya melambung tinggi, karena kita hidup di daerah lumbung ikan, seharusnya harga ikan itu kondusif.
Saya pribadi sebenarnya sejak awal lebih sepakat jika kita memperjuangkan Maluku diberikan Otonomi Khusus (Otsus) Kelautan dibandingkan Lumbung Ikan Nasional, karena luas laut Maluku lebih dominan daripada daratan dan diimbangi dengan potensi laut yang begitu besar. Tahun 1968 indonesia membuka ruang kerjasama dengan Jepang untuk eksploitasi tuna di laut banda, selama bertahun tahun.
Tetapi apa yang didapatkan Maluku? Pembangunan infrastuktur perikanan diarahkan di luar Maluku. Contoh saja Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) itu ada di Kendari, Maluku hanya dapat satu level dibawahnya yakni Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon dan Tual yang secara ruang gerak terbatas dari sisi sarana dan prasarana dan kebijakan bongkar muat ikan dengan kapasitas seadanya.
Jika saja ada Otsus Kelautan, mungkin bisa ada aturan yang diberlakukan dalam pengelolaan laut itu berbeda. Misalnya, pertama 12 mil yang selama ini diberikan dinaikan menjadi 24 mil dan seterusnya karena ada zona tambahan, ZEE, laut bebas. Kedua, ekspor ikan langsung dari Ambon tanpa lewat Surabaya atau Jakarta. Ketiga perizinan dalam pengelolaan hasil laut diberikan kedaerah penghasil lebih besar (aturan yang ada 20 % ke pusat, 80 % dibagi rata ke seluruh Indonesia) berarti daerah penghasil minim pendapatan dari sektor perikanan, Keempat perijinan diberikan ke daerah sesuai ukuran kapal bisa saja 0 – 100 GT.
Jika kebijakan Lumbung Ikan maka kita hanya diberikan dalam sisi penambahan anggaran pembangunan dan ini bisa saja berubah tergantung kebijakan keuangan pemerintah pusat.
Otsus Kelautan akan membuka ruang yang besar untuk Maluku dalam pengelolaan Kelautan dan Perikanannya, pendapatan asli daerah (PAD) pastinya akan meningkat, Infrastruktur akan terpenuhi, nelayan akan semakin leluasa dalam kegiatan operasionalnya, Maluku akan mandiri dengan kemampuan pengelolaan potensi lautnya dengan regulasi yang diberikan, sehingga kita tidak terlalu tergantung dari bagi- bagi kue APBN yang biasa tergantung lobi-lobi politik di Senayan. Apalagi jika hanya dihitung dari luas daratan maka kita sangat dirugikan.
Kembali ke Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, saat ini pendidikan vokasi sangat diperlukan dan harus ditingkatkan lagi kualitas dan kuantitas lulusannya, tetapi harus dibarengi dengan kebijakan di sektor Kelautan dan Perikanan dari pusat hingga ke daerah yang kondusif.
Kita punya SUPM Waiheru Ambon yang tidak lama lagi naik status menjadi Politeknik KP Ambon, selain ada SMK-SMK Perikanan lainnya. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Politeknik Perikanan, sekolah tinggi yang harus dimaksimalkan lulusannya.
Saat ini banyak lulusan perikanan yang banting setir cari pekerjaan lain dengan gaji atau fasilitas yang memadai, ada yang hanya ingin menjadi PNS, ingin ber-wirausaha tetapi tidak ada modal dan link pasar, banyak juga lulusan kita dengan sertifikat kepelautan yang dimiliki lebih memilih bekerja di kapal atau perusahaan di luar negeri dengan gaji selangit daripada di dalam negeri (itu lumrah). Bahkan ada yang tidak bisa atau hanya menyimpan Ijazah perikanannya karena ruang pekerjaan yang terbatas alias menganggur. Terus lautan yang berpotensi dan luas ini mau dikelola oleh siapa? Kalau bukan SDM kita sendiri anak Maluku.
Memang bekerja pada sektor ini butuh ketangguhan tersendiri, semuanya pasti berharap pendapatan yang memadai sesuai pekerjaan yang dilakukan. Laut kadang bergejolak dan hasil tangkapan kadang menurun dan jika tidak diatur secara baik maka berdampak pada pendapatan yang diperoleh.
Selain kita harus berpikir pula untuk mengembangkan sektor lainnya seperti Budidaya, semua ini kiranya menjadi catatan tersendiri bagi para pemangku kebijakan kedepannya nanti. Pendidikan vokasi dapat menghasilkan para tenaga terampil di bidang Kelautan dan Perikanan. Misalnya nakhoda, KKM dan ABK di kapal perikanan, pengolah dan pembudidaya, tetapi dimana mereka harus meyalurkan kemampuan keilmuannya?
Salah satu cara sementara yang bisa dilakukan di daerah ini adalah membuat BUMD Perikanan yang fokus pada pengembangan perikanan tangkap dan Budidaya. Banyak potensi laut kita dari Buru sampai di Tenggara yang dapat dimaksimalkan untuk dikembangkan, banyak nelayan kita di pulau-pulau terluar yang mengalami keterbatasan dalam pemasaran hasil perikanannya dikarenakan fasilitas dan sarana dan prasarana perikanan yang terbatas sehingga harga ikan bisa dibeli dengan harga murah.
Selain itu, juga bisa melakukan armadanisasi pada kapal-kapal perikanan 0-30 GT yang bisa digunakan oleh para lulusan vokasi kita, orientasi bisnis yang dibangun BUMD Perikanan akan mempercepat pembangunan pada sektor ini. BUMD Perikanan menjadi stabilitator pembangunan kelautan dan perikanan di Maluku sambil besinergi dengan instansi teknis lainnya (Bersambung)