Belajar dari Asosiasi Koperasi Perikanan Jepang (FCA)
Oleh : Amrullah Usemahu (Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia / ISPIKANI)
PENGUATAN kelembagaan dan manajemen koperasi perikanan sebagai soko guru ekonomi masyarakat nelayan di seluruh pelosok nusantara, selayaknya harus menjadi perhatian khusus kita semua dalam upaya pengelolaan potensi kelautan dan perikanan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan.
Koperasi Perikanan dapat dijadikan garda terdepan pengembangan kegiatan usaha perikanan dan dapat merangkul semua elemen masyarakat khususnya nelayan baik nelayan tangkap, pembudidaya, pengolah, petambak garam dan lainnya dalam kelompok usaha bersama serta bersinergi pada kelembagaan koperasi perikanan yang kuat untuk melakukan kegiatan perikanan dari hulu sampai ke hilir.
Pengembangan Koperasi Perikanan harus diimbangi dengan regulasi yang kondusif serta penataan kelembagaan yang baik dari tingkat pusat hingga daerah. Kolaborasi dan sinergi antara Kementerian Koperasi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta dijabarkan oleh Pemerintah Daerah akan peran dan fungsinya dapat mendorong Koperasi Perikanan untuk berkembang dalam membuka peluang usaha perikanan seluas-luasnya guna meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Koperasi Perikanan akan menjadi kekuatan ekonomi baru nelayan karena dilakukan secara bersama-sama anggota koperasi yang beranggotakan nelayan tersebut. Strategi pemberdayaan Koperasi Perikanan dengan peningkatan produktivitas kelompok ekonomi produktif atau Kelompok Usaha Bersama (KUB) menjadi koperasi sebagai bentuk penguatan usaha kelompok nelayan disertai dengan pendampingan usaha maupun bimbingan teknis sehingga kelompok nelayan tersebut dapat berkembang bersama dalam pengelolaan dan manajemen sumberdaya lautnya dengan baik.
UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memang telah membuka ruang sebesar-besarnya bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola kekayaan sumber daya alamnya di darat dan di laut demi kepentingan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Kewenangan pengelolaan potensi laut pun telah diatur secara sistematis. Misalnya, pengelolaan laut untuk provinsi dari 0 – 12 mil laut, yang dulunya batas 4 mil adalah kewenangan kabupaten/kota. Perlunya sinkronisasi terhadap penjabaran UU hingga penerapan peraturan pemerintah maupun peraturan daerah sangat penting dilakukan sehingga masyarakat khususnya nelayan dapat melakukan aktifitas perikanannya melalui lembaga koperasi.
Melihat sistim perkoperasian perikanan di Jepang atau biasa disebut Fisheries Cooperative Association (FCA) sudah sangatlah maju dan berdampak signifikan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan di Jepang.
FCA diberikan kepercayaan oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya lautnya secara berkelanjutan. Kegiatan FCA ini diantaranya terkait bisnis pemasaran ikan, kredit usaha perikanan hingga pengadaan barang dan jasa sarana prasarana perikanan. Selain itupun FCA pun mengatur manajemen daerah penangkapan ikan perkawasan, budidaya ikan, jenis alat tangkap yang digunakan dan jumlah (kuota) hasil tangkapan.
Dilain sisi FCA juga memberikan pelatihan dan pendidikan bagi anggotanya guna peningkatan IPTEK untuk mengembangkan usahanya, memberikan pendampingan dan monitoring serta pengawasan dalam kegiatan usaha perikanan dan ini dilakukan secara koletif melalui perjanjian kerjasama. Kegiatan perikanan seperti pelelangan ikan pun dikoordinir oleh FCA, sarana dan prasarana seperti kepelabuhanan maupun menyangkut kebutuhan nelayan baik BBM, air, logistik melaut semua disediakan dalam pelayanannya kepada para anggota FCA tersebut.
Majunya sistim perkoperasian di Jepang tak lepas dari sikap kedisiplinan yang tinggi dan kepatuhan terhadap aturan atau regulasi yang telah disepakati bersama maupun manajemen usaha yang dilakukan. Ini kiranya dapat menjadi pembelajaran bagi kita untuk mengelola dan memanajemen usaha Koperasi Perikanan kita kedepan agar lebih baik.
Indonesia memang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar dengan hampir 17.000 pulau serta memiliki kekayaan laut yang begitu besar di 11 Wilayah pengelolaan Perikanan (WPP). Kompleksitas pembangunan kelautan dan perikanan bukan berarti menjadi kendala kita untuk merubah pola pikir, khususnya terkait pengembangan Koperasi Perikanan seperti halnya yang telah dilakukan di Jepang.
Paling tidak ada upaya yang dilakukan misalnya saja pada 4 tahun terakhir ini dilakukan kerjasama KKP dan JICA untuk kegiatan training Koperasi Perikanan di beberapa kota di Jepang dengan melibatkan pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan dari berbagai direktorat, perwakilan Pemerintah Daerah serta Koperasi Perikanan agar dapat melihat secara langsung sistim manajemen Koperasi Perikanan, pelabuhan perikanan, pasar ikan, fasilitasi sarana dan prasarana perikanan maupun kegiatan lainnya di Jepang serta diharapkan dapat diaplikasikan nantinya saat kembali ke Indonesia.
Harapan terbesar adalah adanya kawasan yang dijadikan percontohan (pilot project) pengembangan Koperasi Perikanan berbasis FCA, paling tidak menjadikan salah satu koperasi perikanan di Indonesia menjadi binaan atau Sister FCA Jepang (***)