Catatan :  Mary Toekan (Pemerhati Sejarah Islam)

Setelah melakukan tawaf tujuh kali putaran, sambil menerobos perlahan lautan manusia yang kian menit membludak, kami (aku dan kakakku) seakan mudah diberi ruang di tempat - tempat mustajab.

Aku tergugu. Haru bercampur bahagia. Ini kali pertama kakiku menjejak tanah suci. Keinginan untuk bisa melaksanakan ibadah umroh di sepuluh hari terakhir Ramadhan dikabulkan.

Ma sha Allah, lautan manusia dalam berbagai bangsa dan bahasa tumpah ruah. Semuanya menghadap pada arah yang sama. Ada yang duduk, ada yang berdiri. Sesekali menatap langit, mendengungkan doa penuh harap.

Lidahku kelu, malu teramat sangat atas perjalanan hidup melewati lorong - lorong gelap tanpa takut akan dosa yang akan mengganjal saatnya tiba.

Lalu sekarang tangan ini aku tengadahkan mengharap banyaknya pinta, padahal masih bergelantung dosa yang tak berbilang jumlahnya.

Namun sisi ruang hati lainnya berbisik dengan lembut, "Berdoalah sayang, jangan hiraukan apa yang sedang berkecamuk di hatimu. Bisa jadi rasa itu sedang ditunggangi Iblis sekelas profesor, membuatmu ragu akan ke- Maha-an Allah dalam memberi pengampunan ".

Pundakku berguncang turun naik menahan emosi yang terus saja membuncah. Cucuran air mata tiada henti saat menderaskan doa. Semua dosa dan kesalahan silih berganti berkelebat.

Diantara jeda isakku, kubisikkan yang aku hajatkan. Berharap doa - doa di momen istimewa ini segera melesat ke pintu langit. Semoga Engkau masih memberiku umur dan meridhoiku menikmati jamuan ibadah haji.

Dalam perjalanan sejarah Islam, tertulis kisah yang diceritakan oleh Abdullah bin al - Mubarak. Beliau adalah seorang ulama dan juga mujahid yang hidup antara tahun 118 sampai 181 Hijriyah.

Ibnu Mubarak, begitulah masyarakat menyapanya karena kedermawanannya. Seratus ribu dirham setara dengan 2,8 milyar rupiah, selalu digelontorkan setiap tahun untuk fakir miskin.

Seluruh hidupnya, selain dihabiskan untuk menuntut ilmu, juga digunakan untuk berjihad, berniaga dan berulang kali tunaikan haji.

Suatu hari, seusai melaksanakan tawaf keliling Ka'bah, beliau tertidur di Masjidil Haram. Saking lelapnya, beliau bermimpi sedang mendengar percakapan antara dua malaikat sedang membicarakan bahwa tak ada satupun jema'ah haji tahun ini yang ibadah hajinya diterima, kecuali hanya satu orang calon haji.

Orang ini mendapat pahala kemabruran meskipun kakinya tak sempat menjejak Makkah. Namanya Ali bin Al - Muwaffaq, seorang tukang sepatu di Damaskus.

Ibnu Mubarak terbangun dari tidurnya. Ia duduk merenungi kisah dalam mimpinya. Percakapan dua malaikat itu terdengar jelas.

Untuk membuktikan kebenaran mimpinya, segera beliau menyelesaikan rukun - rukun hajinya dan berangkat ke Damaskus mencari tukang sepatu yang namanya disebutkan dua malaikat tersebut.

Singkat cerita, Ibnu Mubarak akhirnya bertemu juga dengan Ali bin Al - Muwaffaq. Beliau lalu  menceritakan tentang mimpinya di Masjidil Haram.

"Hanya satu pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu sehingga membawaku menempuh perjalanan sampai ke sini, " kata Ibnu Mubarak sambil menatap dalam ke arah tukang sepatu itu.

"Apa yang sudah kamu lakukan hingga namamu disebut sebagai satu - satunya orang yang hajinya diterima ?" tanya sang ulama  dengan penuh rasa ingin tahu.

Mendengar pertanyaan itu, justru Ali bin  Al - Muwaffaq jatuh pingsan. Beberapa saat setelah ia sadar, ia lalu menceritakan perjuangannya mengumpulkan uang.

40 tahun lamanya ia menyisihkan sebagian penghasilannya sebagai tukang sepatu memenuhi mimpinya untuk berhaji. Ketika terkumpul, ternyata Allah berkehendak lain.

Istrinya yang sedang hamil, mencium aroma lezat masakan dari salah satu rumah tetangganya. Ia ingin suaminya meminta barang sedikit saja.

Namun Ali mendapatkan jawaban bahwa makanan ini hanya halal untukku tapi tidak untukmu. Ali bin Al - Muwaffiq bingung dan bertanya, " Apa maksudmu ? "

Orang itu lalu berkata, kalau keluarganya sedang kelaparan selama beberapa hari hingga  ia menemukan bangkai binatang di tepi jalan. Bangkai itulah yang sedang ia olah menjadi masakan yang diminati ini.

Bercucuran air mata Ali mendengar cerita orang itu. Kemudian ia berlari pulang, mengambil seluruh uang yang sedianya untuk berangkat haji tahun ini, diserahkan kepada keluarga yang sedang kelaparan itu.

"Demikianlah perjalanan hajiku, wahai Ibnu Mubarak," tuturnya dengan lapang dada.

"Dua malaikat itu berbicara dengan nyata dalam mimpiku. Maha Benar Allah dengan segala keputusan-Nya " kata Ibnu Mubarak.

Allahu Akbar !

Bagi saudaraku yang sedang tertunda atau bahkan belum sempat diberi kesempatan akibat terjegal umur dalam peraturan baru tanah Al Mukarromah, semoga berlapang dada dalam menerima segala keputusan-Nya.

Bila tak sampai waktunya, bisa jadi itulah cara Allah memabrurkan hajinya. Pastikan saja ada hikmah dibalik urungnya keberangkatan.

Sesungguhnya Allah Maha Tahu niat setiap manusia dan apa - apa  yang sudah dipertaruhkan untuk urusan ini. Sebab urusan ini adalah urusan antara kita dan Allah semata. Dan Allah punya sejuta alasan untuk sebuah kebaikan.

Sabar berbungkus tawakal. Itulah sebentuk ujian buat siapa saja yang sedang berbenah menuju kebaikan. Janji Allah itu nyata adanya. Tak ada yang mustahil bagi-Nya.

Pertemuan Akbar para tamu Allah wuquf di Arafah telah usai. Jamuan istimewa sedang digelar. Qurban menjadi bukti cinta pada Ilahi.

Inilah saatnya pintu langit dibuka untuk semua pinta, untuk semua pertaubatan. Doa dan airmata bahagia membasahi hati yang kadang futur.

Ampuni kami, Ijabah doa - doa kami, Robb.

Labbaik allahumma labbaik...

Labbaik la sharika laka labbaik...

Deraskan kalimat takbir untuk membesarkan-Nya, In sha Allah akan dikecilkan semua persoalan yang sedang menyapa. Selamat Hari Raya Idul Qurban, saudaraku di bumi Allah.

Untuk para shohibul qurban, selamat menikmati jamuan pahala kebaikan dan keberkahan Idul Adha, semoga mendapat ridho Allah SWT. Wallahu a'lam bishowab.

Geldrop, 10 Dhu'l - Hijjah 1443 H.