Oleh : Muhammad Kashai Ramdhani Pelupessy (Dosen IAIN Ambon)

"Hidup sekedar hidup, babi hutan pun hidup. Makan sekedar makan, monyet pun makan" (Buya Hamka).

Ungkapan ini menyiratkan pesan kepada kita bahwa menjalani kehidupan ini harus penuh dengan kebermaknaan.

Ada sesuatu yang harus kita tinggalkan untuk kehidupan pasca kematian. Sebagaimana pepatah klasik bilang begini,

"Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan amal kebaikan". Apa pun yang kita tabur dalam kehidupan ini adalah kebaikan, inilah yang dimaksud sebagai kebermaknaan hidup.

Dalam menjalani rutinitas setiap orang pernah mengalami stuck dalam hidup. Merasa bahwa tidak ada kemajuan berarti. Merasa berhenti di tempat, tidak berkembang.

Ketika perasaan ini muncul, tak sedikit yang memilih jalan penyesalan. Bahkan ada yang mengambil keputusan untuk bunuh diri. Bahwa rutinitas kehidupan yang dijalankan hanya begitu-begitu saja. Tidak ada transformasi.

Penyebab utama dari perasaan stuck itu muncul adalah ketika rencana yang kita inginkan sudah tercapai. Misalnya, keinginan untuk menjadi terkenal.

Ketika kita sudah terkenal maka rutinitas yang kita jalani tampak monoton sekali. Setiap hari kita mendandani diri kita agar tetap menjadi terkenal. Hal ini tentu sangat membosankan sekali.

Disinilah kemudian kita merasa rutinitas yang kita jalani terasa stuck (jalan di tempat). Pada tingkat ekstrim, tak sedikit yang memilih jalan bunuh diri. Sudah banyak berita menunjukkan bahwa ada sebagian musisi terkenal memilih jalan bunuh diri.

Padahal, para musisi itu sudah terkenal, sesuatu yang sangat didambakan banyak orang. Kasus bunuh diri pasca terkenal ini dalam istilah Albert Camus ialah bunuh diri eksistensial.

Masalah utama dari rutinitas yang kita jalani secara tidak bermakna itu adalah keinginan yang tidak terkontrol. Dalam hal ini saya sangat sepakat dengan lagu Iwan Fals berjudul "Seperti Matahari". Dalam lagu itu, Iwan Fals menyanyikan begini,

"Keinginan adalah sumber penderitaan. Tempatnya di dalam pikiran. Tujuan bukan utama. Yang utama adalah prosesnya. Kita hidup mencari bahagia. Harta dunia kendaraannya. Bahan bakarnya budi pekerti. Itulah nasehat para nabi,"

"Ingin bahagia derita didapat. Karena ingin sumber derita. Harta dunia jadi penggoda. Membuat miskin jiwa kita. Ada benarnya nasehat orang-orang suci. Memberi itu terangkan hati. Seperti matahari yang menyinari bumi,"