Ia menambahkan,  bagi investor ketika ditanyakan PSC apa yang diminati apakah CR atau GR, jawabannya adalah sistem mana yang memberikan keuntungan dalam investasinya, mana yang memberikan internal rate of return (IRR) yang paling baik.

“Ini yang membuat di mata investor PSC CR atau PSC GR adalah pilihan semata, mana yang paling mendukung target investasi mereka. Negara mana yang menawarkan insentif fiskal yang menarik akan lebih diminati oleh investor”, tambah Benny.

Tantangannya, lanjut Benny saat ini industri hulu migas secara global mengalami tekanan yang semakin kuat. Benny mengingatkan saat ini semakin terbatas alokasi investasi international Oil Company (IOC) sehubungan dengan perhatian mereka pada renewable energy.

Kemudian tambahan biaya operasional untuk mengakomodasi proyek low carbon, serta target IRR yang semakin tinggi dimasa mendatang bersaing dengan renewable energy yang umumnya mendapatkan berbagai macam insentif.

Aspek komersial akan menjadi hal yang paling berpengaruh dibandingkan ketersediaan potensi migas, terlebih adanya energi transisi. Maka saat ini adalah kesempatan untuk segera melakukan monetisasi atas potensi migas dengan memberikan paket insentif yang menarik bagi investor.

Pada paparannya A Rinto Pudyantoro menegaskan bahwa sistem kontrak hulu migas di Indonesia terus mengikuti dan beradaptasi terhadap jaman. Sehingga posisi PSC CR atau PSC GS saat ini adalah adalah pilihan. Dalam implementasinya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.

“Permen ESDM No 12/2020 senafas dengan UU 22/2001 yang mengamanatkan model kerjasama dengan pola atau mekanisme boleh apa saja yang penting mengoptimalkan kepentingan negara. Jadi model apapun yang ditawarkan sudah dijaga kepentingan negara dan sudah dihitung konsekuansinya”.

Rinto menambahkan,  di sisi lain, investor diberikan kesempatan untuk fitting dengan risiko menurut persepsi mereka, kultur perusahaan dan karakteristik perusahaan.

“Jadi sebagai salah satu faktor penentu untuk menarik investor, maka dalam jangka panjang akan memberikan keuntungan bagi Negara," jelasnya.

Bagi kontraktor, sambungnya, akan memilih model dan pola (PSC) yang paling menguntungkan secara bisnis akan dipengaruhi oleh cara pandang dan persepsi perusahaan terhadap peluang dan risiko bisnis (teknis dan non teknis) dan ekspektasi terhadap pelaksanaan kontrak (*)

Editor : Redaksi