BERITABETA.COM, Ambon – Polimik seputar pengelolaan  Participating Interest (PI) 10 persen pada proyek Blok Gas Masela di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Provinsi Maluku, akhirnya terjawab sudah.

SKK Migas mengaku secara resmi belum ada penetapan yang dikeluarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terkait pengelolaan PI 10 persen proyek Blok Masela. Atas hal ini,  pihak SKK Migas sudah menyurati Menteri ESDM tertanggal 1 November 2019, perihal PI 10% di wilayah kerja Blok Masela.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengusulkan agar Pemerintah Provinsi Maluku secepatnya dapat melayangkan surat resmi untuk mengajukan permohonan resmi penawaran pengeloloaan PI 10% Blok Masela kepada Menteri ESDM.

Dua poin di atas terungkap setelah tujuh wakil rakyat dari Maluku yang terdiri dari 4 anggota DPR RI dan 3 anggota DPD RI dapil Maluku menggelar pertemuan bersama SKK-Migas  di Kantor SKK Migas, Gedung Wisma Mulia, Ruang Jack Up Rig Lantai 36 Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 42, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Dalam rilis yang disampaikan Anggota DPR RI Dapil Maluku Mercy Chriesty Barends kepada beritabeta.com, Jumat (22/11/2019) dijelaskan, selain persoalan PI 10% yang menjadi pemicu terjadinya gejolak di tengah masyarakat Maluku atas klaim Pemerintah Provinsi NTT untuk mendapatkan hak pengelolaan 5% PI Blok Masela, sejumlah  urusan teknis operasional Blok Masela juga dibahas dalam pertemuan itu.

“Kita juga membahas persoalan teknis yang meliputi  aspek SDM Maluku, penyiapan lahan, safeguard daya dukung lingkungan, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan erat dengan pengelolaan Blok Masela, “kata politisi PDIP Maluku ini.

Hadir dalam pertemuan itu, empa anggota DPR RI masing-masing Mercy Chriesty Barends, ST, Hendrik Lewerissa, SH, LL.M, Ir. Abdullah Tuasikal, M.SI, Saadiah Uluputty, ST. Sedangkan dari anggota DPD RI yang hadir adalah  Anna Latuconsina, SH, Novita Anakotta, SH, MH dan Mirati Dewaningsih, ST.  

Dari pihak SKK Migas dipimpin langsung oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dan didampingi Sekretaris SKK Bpk Murdo Gantoro, Deputi pengendalian Pengadaan Bpk. Tunggal, Deputi Operasi Bpk. Julius Wiratno, Deputi Perencanaan Bpk. Jafee Suardin, Deputi Keuangan Monetasi Bpk Arief Setiawan Handoko, Staf Ahli Kepala  SKK Migas Bpk. Sukandar dan staf teknis lainnya.

Mercy Chriesty Barends yang menjadi juru bicara mewakili anggota DPR – DPD RI asal Maluku dalam pertemuan itu menyampaikan tiga hal besar terkait proses pengembangan dan pengelolaan Blok Gas Masela di Maluku.

Pose bersama Kepala SKK- Migas dengan anggota DPR – DPD RI Dapil Maluku di Kantor SKK-Migas

Pertama, Mercy mengitip  kertentuan Undang-Undang Nomor  22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gumi.  Pasal 4 ayat 2 yang berbunyi : ‘Penguasaan oleh Negara’ sebagaimana dimaksud oleh ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan jo UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 27 ayat (3).

Pada pasal ini berbunyi, kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

“Berdasarkan posisi hukum di atas, maka disadari sungguh kebijakan/diskresi terkait penetapan hak pengelolaan PI 10% kewenangannya ada pada pemerintah pusat,” tandas Mercy.

Kedua, Mercy menegaskan, berdasarkan kewenangan tersebut, diharapkan SKK Migas secara transparan dapat menjelaskan proses terkait hal dimaksud. Sudah sejauh mana terhadap penetapan daerah yang berhak mengelola PI 10%  Blok Masela dan usulan NTT yang meminta hak pengelolaan PI 5% Blok Masela.

Dan yang ketiga, Urai Mercy,  sejumlah pertimbangan dan argumentasi yang disampaikan oleh para  Wakil Rakyat asal Maluku kepada pihak SKK Migas ini,  karena dilatari telah ada persetujuan penetapan daerah pengelola  PI 10% oleh Menteri ESDM berdasarkan pertimbangan dari kepala SKK Migas.  Pertimbangan dan argumentasi lain juga disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Dari aspek Geo Technical, penetapan nama ‘Blok Masela’ ditetapkan berdasarkan strata geografis yang bersambungan langsung dengan Pulau yang paling terdekat yakni Pulau Masela/Marsela, sehingga umumnya Penetapan nama Blok suatu ladang Migas menggunakan nama pulau terdekat.

Kemudian, Pulau Marsela adalah salah satu pulau kecil yang berada di bagian selatan Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku dan berbatasan langsung dengan Australia. Olehnya itu, dari sisi penamaan saja telah menunjukkan secara jelas dan tegas karakteristik serta identitas ke-Maluku-an.

2. Sejak INPEX sebagai operator pemenang KKKS mendapatkan izin eksplorasi pada tanggal 16 November 1998, sekitar tahun 2000, rombongan INPEX dan Kementrian ESDM telah datang ke Saumlaki, Kabupaten MTB (Kabupaten Kepulauan Tanimbar) disambut positif oleh Bupati MTB pertama yakni Alm. Bpk.J.Oratmangun dengan acara adat Maluku dari Selatan Daya.

Proses eksplorasi kemudian berjalan membuktikan bahwa ladang Gas Abadi Blok Masela dengan potensi cadangan gas 6.67 tcf ditemukan. Diikuti tahun 2008, INPEX menyerahkan POD Tahap I Blok Masela.

Menyikapi sejumlah pernyataan Anggota Komisi VII DPR RI mewakili seluruh wakil rakyat Maluku  dalam pertemuan itu, Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto menjelaskan, Blok Masela adalah proyek terbesar kedua sesudah Freeport dengan total nilai investasi mencapai 280 Triliun dan menggunakan teknologi yang sangat complicated.

Nilai investasi Blok Masela, kata Dwi  tiga kali lebih besar dari  Blok Tangguh Crane 3. Selian itu, proses pengeboran akan dilakukan di laut dalam dengan tingkat risiko yang sangat besar dan  dilakukan pada wilayah laut yang berdekatan dengan daerah terluar dengan infrastruktur yang sangat minim.

Untuk tahap POD I,  kata dia, Inpex  sebagai operator telah mengeluarkan anggaran sebesar 1.4 milyar US$ atau sekitar 15 T. Dengan bentuk kerjasama berbasis PSC (Production Sharing Cost) atau lebih dikenal dengan skema Cost Recovery.

Saat ini, kata Dwi, persoalan lain tengah dihadapi Inpex yakni belum memiliki kejelasan soal pembeli. Hal ini menjadi factor penentu sebelum proyek beroperasi, agar proyek Blok Masela dapat terus berproduksi sampai tahun 2055.

“Saat ini SKK Migas dan Inpex sementara menjajaki proses komersialisasi dan mencari calon pembeli dengan pertimbangan minimal 3 buyer (pembeli), diharapkan rampung pada tahun  2022. Selanjutnya pada tahun 2022-2027 akan diikuti dengan pembangunan konstruksi dan diharapkan tahun 2027 sudah dapat berproduksi,” urai Dwi dalam pertemuan itu.

Dwi mengatakan,  proses yang sementara berlangsung saat ini adalah lelang/tender FEED Enginering (Desain Detail Fasilitas LNG Blok Masela) dan terbuka bagi pihak perusahan di tingkat dunia baik dari US maupun Eropa.  Proses ini untuk mengambil bagian dalam tender dimaksud untuk menjamin efisiensi, proses dengan baku mutu yang tinggi dan teknologi yang handal.

“Setelah FEED selesai akan diikuti dengan keluarnya Final Invesment Decision (FID). Tahapan selanjutnya adalah lelang/tender konstruksi yang meliputi, (Engineering, procurement, Construction and Instalation/EPCI),” tandasnya.

Dijelaskan, terkait dengan pengelolaan PI 10%, selain belum ada penetapan dari Menteri ESDM, seperti dijelaskan di atas, Pemerintah Provinsi NTT juga belum menyurat secara resmi kepada Menteri ESDM perihal permohonan resmi penawaran pengelolaan PI 5% Blok Masela seperti klaim yang disampaikan.

Sebab, lanjut Dwi, berdasarkan PP 35 tahun 2004 dan Permen ESDM No 37 tahun 2016 maka setelah penetapan POD, kontraktor wajib menawarkan PI 10% kepada BUMD (berdasarkan penetapan daerah yang ditetapkan oleh Menteri ESDM).

“Jadi kita usulkan agar secepatnya Pemerintah Provinsi Maluku melayangkan  surat resmi untuk mengajukan permohonan penawaran pengeloloaan PI 10% Blok Masela kepada Menteri ESDM,” harapnya.

Dwi lebih lanjut menyampaikan,  apresiasinya  terhadap sikap tanggap dan responsive yang dilakukan Pemprov Malauku selama ini. Dimana, sejak pertemuan SKK Migas dan Inpex di Ambon pada tanggal 4 November 2019, saat itu SKK Migas secara resmi menyerahkan surat permohonan penetapan Lokasi dan Surat Rekomendasi Gubernur.

“Tepat seminggu kemudian surat dari Gubernur Maluku telah resmi kami terima. Dengan adanya kedua surat tersebut maka percepatan proyek Abadi Blok Gas Masela dapat dilakukan segera,” ungkap Dwi.

Selain itu,  SKK Migas juga memberikan perhatian terhadap kesiapan SDM Maluku berdasarkan arahan dari Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan antara wakil rakyat asal Maluku dengan SKK Migas ini, secara umum, berlangsung dengan baik, pokok-pokok pikiran para wakil rakyat disampaikan secara lugas dan terbuka dalam susasana silaturahmi.

Mercy Barends mewakili seluruh anggota DPR/DPD RI mengaku berterima kasih atas penerimaaan kepala SKK Migas dan jajarannya atas terlaksananya pertemuan dan  diskusi secara terbuka.

“Harapan kami  PI 10% Blok Masela tetap diserahkan hak pengelolaannya kepada Provinsi Maluku,” pintanya.

Mercy menambahkan, sebagai follow-up terhadap semua yang dibahas pada pertemuan dengan SKK Migas  ini, dirinya berjanji akan menyuarakan hal ini pada Rabu pekan depan dalam agenda Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM (BB-DIO)