Catatan : Dhino pattisahusiwa

Senja mulai berganti malam, suasana negeri yang dikenal sebutan Elhau, mulai ramai dengan lalu lalang warga. Di luar rumah, terlihat kampung berpenduduk muslim itu dipenuhi dengan cahaya lampu. Setiap ruas jalan, tak ada yang gelap. Semua terang berderang, ada yang berkedip ibarat lampu diskotik, ada pula yang menyala tanpa henti.

Setiap malam di negeri berpenduduk 3000-an jiwa ini begitu terang. Ketika kita berdiri di ruas jalan kompleks Garuda Manuhua, seakan berada di Coventry Street yang menghubungkan Leicester Square dan Piccadilly seputar kawasan West End, London yang dihiasi kerlip lampu - lampu bertulis " Happy Ramadan ".

Jika di London, warga menyambut Ramadhan dengan pemasangan lampu hias dari kebijikan  Wali Kota London, Sadiq Khan, di Negeri bernama Siri Sori Islam (SSI), penerangan seisi kampung, dilakukan warga secara suka rela dengan bantuan setiap anak negeri yang ada di rantau.

Suasana suka cita menyelimuti seiisi kampung yang beken dengan akronim SSI ini.  Di H min 3 Lebaran Idul Fitri 1444 Hijriah, setiap harinya ada ratusan kepala yang pulang menemui keluarga mereka.

Kamis malam, 21 April 2023 menjadi momen yang paling penting bagi setiap anak negeri yang pulang ke kampung. Mereka merindukan sholat tarawih terakhir di madjid kesayangan mereka.

“Mari siap-siap kita sholat tarawih terakhir di masjid. Ini saat yang paling menyenangkan, setelah hampir sebulan berpuasa di tanah rantau, rasaya malam ini paling berkesan sholat di masjid kita,”ajak Umar Wattiheluw salah satu anak negeri yang baru saja datang dari Ambon.

Masjid mega seukuran masjid di kota kabupaten ini, menjadi satu-satunya masjid yang paling indah berada di Pulau Saparua. Puluhan tahun warga SSI membagunnya secara swadaya, Baiturrahman, nama masdjid itu menjadi ikon di negeri para wali itu. 

Selain kemegahan masjid dengan suasana keakraban yang dirindukan warga, ada pula tradisi unik yang diwarisi secara turun temurun, saat pelaksanaan sholat tarawih.

Yakni di tiap usai dua rakaat sholat ada teriakan shalawat Allah Hummasali Wassalli Alai  yang dibacakan oleh imam dan pemuka masjid, kemudian  bersahut dengan terikan ‘Alae’ jamaah seisi madjid yang membahana memecah kehengan malam.

Suasana inilah yang membuat setiap warga menjadi rindu akan kampong halaman. Selain teriakan Alae, keunikan lain sholat tarawih di negeri ini, ada pula zikir penutup yang membuat para jamaah hingga menetaskan air mata, karena dilantunkan dengan suara merdu dengan perasaan sebentar lagi Ramadhan akan berlalu.

“Ya Allah hu biha, ya Allah biha, Ya Allah bi husnil khatimah,” (Wahai Allah, dengan Mereka (Ahlul Bait), wahai Allah dengan mereka, wahai Allah, berilah akhir yang baik (Husnul Khothimah).

Zikir ini dilantukan sambil bersalaman sesama jamaah, keakraban sesama jamaah dalam suka dan cita terus terjaga.

“Belum ada keterangan resmi tentang kapan tradisi ini dimulai, namun semua ini merupakan warisan dari leluhur kami. Setiap sholat tarawih ada terikan Alae dan disudahi dengan zikir Ya Allah hu biha yang penuh hikmat itu,” ungkap Halid Pattisahusiwa anak negeri yang juga menjabat sebagai Camat Saparua Timur.

Menurut Halid, keberadaan tradisi dan segala bentunya ini sudah ada sejak zaman dulu, karena negeri ini menjadi salah satu pusat kekuasaan kerajaan Islam yang tersohor di zaman itu.

 “Yang jelasnya ini warisan dan sampai sekarang masih tetap dilestarikan di negeri ini. Dalam penuturan sejarah kita mengenal negeri ini menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Islam,” pungkasnya.

Warisan Islam

Menilik sejarah masuknya Islam di Pulau Saparua,  Negeri Siri Sori Islam dahulu  dikenal sebagai bagian dari Kerajaan Hunimoa, kerajaan Islam kecil di Saparua selatan, yang berbagi kekuasaan dengan kerajaan Islam Iha/Ulupalu-Amaiha di Hatawano/Saparua Utara.

Kentalnya, warisan syiar Islam yang ada di negeri ini, memang tidak bisa dipungkiri. Warga setempat menyakini negeri ini dengan sebutan ‘Sir’ (Rahasia).  Pasalnya, tidak banyak yang tahu asal muasal negeri ini terbentuk.  Banyak misteri yang belum terungkap.

Namun, menurut sejumlah penuturan sejarah, orang pertama yang mendiami negeri Louhata Amalatu ini adalah orang-orang sakti yang memegang teguh ajaran Islam baik dalam hal ibadah maupun penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Mereka antaranya, Syeh Abdurrahman Assagaf Maulana Berasal dari Bagdad Iraq, beliau meninggalkan negeri asalnya bersama Syeh Abdul Aziz Assagaf (Maulana Malik Ibrahim) sekitar abad ke 12 M dengan tujuan menyiarkan Agama Islam Keseluruh penjuru dunia.

Kemudian, Zainal Abidin Al- Idrus yang juga berasal dari Bagdad Irak. Ia tiba disemenanjung Malaysia pada tahun 1212M, kemudian menuju ke pulau Sulawesi dan sampai didaerah Selayar sekitar tahun 1214 M dengan misi yang sama yaitu menyiarkan Agama Islam.

Akibat perang antara kerajaan Goa di Makassar dan Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara, maka Zainal Abidin Al Idrus bertemulah dengan Syeh Abdurrahman Assagaf Maulana, keduanya kemudian sepakat untuk meninggalkan pulau Sulawesi dan menuju Maluku (Almuluqun). Untuk melanjutkan misi yang sama yaitu menyebarkan Islam secara lebih luas lagi.

Sampai dikepulauan Maluku keduanya singgah Pulau Saparua tepatnya di negeri Siri soro Islam, tepatnya  di bukit Elhau (*)