BERITABETA.COM, Ambon – Sikap Kepala Sekolah Menegah Pertama (SMP) Citra Kasih Ambon, yang tidak mau menerima calon siswi baru mengenakan jilbab, menuai kritikan public termasuk akademisi. Tindakan bersangkutan dinilai mengancam pluralisme dan keberagaman di Maluku.

Akademisi yang juga Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) Provinsi Maluku Dr. Abdiin Wakano mengatakan, jika kasus ini benar terjadi, maka tindakan Kepala SMP Citra Kasih Ambon itu telah mengancam pluralisme dan kebebasan beragama di negeri ini.

Dalilnya, pluralisme dan kebebasan beragama adalah hak asasi manusia yang dilindungi/dijamin oleh Panasila dan UUD 1945. Sebagaimana termaktub dalam Pancasila sila ke-1, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain itu, Pasal 29 ayat 1 yatiu: Negara berdasarkan Ketuhanan Yanng Maha Esa, dan ayat 2: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadah sesaui agama dan kepercayaannya.

“Sikap atau kebijakan menolak calon siswa yang berjilbab atau memaksakan  siswa berjilbab, apalagi dari agama lain sama-sama intoleran, tidak pluralis, dan tidak Pancasilais,” tegas Dr. Abdiin Wakano saat dimintai pendapatnya oleh beritabeta.com di Ambon, Selasa (30/03/2021).

Abidin mengungkapkan, dalam Kurikulum 13 (K13) mengehndaki peserta didik harus memiliki kompetensi spiritual atau KI, dan kompeteni sosial (K2), selain kompetensi pengetahuan atau K3, dan kompetensi keterampilan (K4).

Menurut dia, hal itu juga bertalian atau sejalan dengan 4 pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO yaitu: Learning how to know, learning how to do, learning how to be, dan learning how to live togheter.

“Salah satu ciri sekolah yang bermutu harus menghargai dan menerima perbedaan,” tandas Akademisi IAIN Ambon ini.

Problem seperti ini, menurut Abidin, akan makin memperkuat polarisasi dan segregasi di dalam masyarakat, apalagi dengan makin menguatnya politik identitas belakangan.

Ia berharap, masalah seperti ini harus cepat ditangani oleh pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan. Yakni Memfasilitasi para pihak untuk bermusyawarah--berdialog.

Abidin berujar, sesama anak bangsa atau orang basudara seharusnya membangun (mengintensifkan) dialog dan perjumpaan dalam rangka belajar untuk saling memahami, saling mempercayai, menghargai/menghormati, saling menerima, saling mencintai, saling membanggakan, menopang, dan saling menghidupi,” ajaknya.

“Sikap koeksistensi seperti inilah yang kita butuhkan untuk membangun masa depan kehidupan keagamaan/masyarakat yang berkeadaban tinggi. Seperti ungkapan luhur orang Maluku: Potong di kuku rasa di daging, ale rasa beta rasa dan sagu salempeng dibage dua,” ucapnya.

Seperti dilansir dari laman kampiun.co.id pada 27 Maret 2021, orang tua BP (12), calon siswi baru yang ditolak pihak SMP Citra Kasih Ambon membeberkan alasan anaknya (tidak diterima) oleh sekolah tersebut.

Perlakuan tidak menyenangkan itu dialami PB (12) ketika mendaftar pada SMP Citra Kasih yang berada di kawasan perumahan Citraland, Lateri Kecamatan Baguala Kota Ambon, Provinsi Maluku.

Kampiun.co.id menulis, PB mendapat perlakuan diskriminasi dengan cara di cekal pihak sekolah karena calon siswa baru ini mengenakan jilbab.

Orangtua PB, Chiselvia Hatala mengaku sedih dan kecewa atas sikap diskriminasi dari pihak sekolah terhadap putrinya tersebut.

“Sebagai orangtua saya sedih dan kecewa karena anak saya mendapat perlakuan diskriminasi oleh sekolah,” kata Chiselvia.

Chiselfia menceritakan kejadian tidak menyenangkan itu terjadi pada putrinya saat pendaftaran masuk di sekolah itu sekitar sepekan yang lalu.

Saat itu pihak sekolah langsung mencekal putrinya dengan alasan tidak boleh ada siswa yang mengenakan jilbab.

Chiselfia mengatakan ia sempat menghubungi pihak sekolah terkait kejadian itu, namun pihak sekolah beralasan tidak ingin ada perbedaan di sekolah itu.

Ia mengakui sebenarnya tidak ada aturan secara terlulis untuk membatasi siswa mengenakan jilbab. Sebelum menelepon kepala sekolah dia pun telah berbincang dengan salah satu guru matematika di sekolah itu mengenai keinginannya agar PB tetap mengenakan jilbab mengingat usia anaknya yang masuk usia remaja

”Saya kira para guru di sekolah itu tidak mempersoalkan jika PB mengenakan jilbab saat di sekolah, karena kita tau orang Maluku sangat menjunjung tinggi nilai toleransi antar sesama, lagipula di sekolah itu ada guru agama islam dan kebetulan perempuan yang mengenakan jilbab juga,”ungkapnya.

Chicelvia memgaku tak menyangka pihak sekolah akan melakukan tindakan diskriminasi seperti itu, sebab putrinya merupakan alumni sekolah dasar yang masih satu yayasan dengan sekolah yang menolak putrinya itu.

“Putri saya ini juga alumni di SD yang masih satu yayasan dengan SMP yang dia mau masuk itu,” ujarnya.

Ia menilai perlakuan diskriminasi terhadap putrinya itu sangat bertentangan dengan nilai persatuan dan kesatuan bangsa dan juga nilai persaudaraan di Maluku.

“Ini sangat miris sekali, dan hal ini tentu sangat bertentangan dengan nilai toleransi dan juga persaudaraan di Maluku,” katanya.

Lantaran dicekal pihak sekolah, ia kini telah mendaftarkan putrinya itu sekolah lain yang dinilai lebih terbuka dan toleran.

“Karena tidak dipaksakan ya saya memutuskan mendaftrakan putri saya di sekolah lain,” ujarnya. (BB-RED)