BERITABETA.COM, Ambon – Tradisi menangkap ikan cakalang  (tongkol putih) dengan cara huhate (bahasa lokal Maluku) atau pole and line yang kerap dilakukan nelayan tradisional di Maluku, terancam punah.

Ancaman ini menyusul terdapat beberapa kendala yang dihadapi nelayan yang menggunakan cara huhate, tradisi menangkap ikan yang ramah lingkungan ini.

Wakin Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Masyarakat Perikanan Nusantara, Amrullah Usemahu, SPi kepada beritabeta.com, Minggu malam (2/5/2021) mengungkapkan sejumlah masalah yang kini melilit nelayan di Maluku Tengah.

Amrullah menyebutkan, kondisi nelayan tradisional di perikanan Maluku yang menggunakan teknik pole and line saat ini mengalami kemunduran yang cukup signifikan.

“Dulu kapal-kapal yang mencari ikan cakalang dengan menggunakan teknik ini berjumlah di atas 100 -an unit, namun sekarang kegiatan operasional kapal ini semakin menurun,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, beberapa kendali yang dihadapi nelayan meliputi, biaya operasional kapal yang cukup tinggi, dan daerah fishing ground yang semakin jauh. Selain itu, ketersediaan umpan hidup jenis ikan Lemuru (Sardinella sp)  juga ikut mempengaruhi kegiatan melautnya kapal huhate

Penggunaan umpan hidup oleh nelayan ini, kata Usemahu  biasa diperoleh dari bagan.  Namun ketersediaan umpan hidup di perairan yang kadang kurang kondusif dapat berakibat negatif pada operasional melaut kapal pole and line.

“Saya mencoba berdiskusi dengan Nakhoda KM.  Nelayan 2016-47 pak Ali.  Ia mengaku selain nanti faktor musim penangkapan, namun kendala umpan hidup sangat mempengaruhi aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan pole and line,” beber Amrullah yang baru saja ikut dalam kegiatan penangkapan ikan dengan cara huhate di perairan Seram itu.

Para nelayan yang siap-siap diatas kapal dengan huhate untuk memancing ikan cakalang (foto; istimewa)

Dia juga mengaku, kendali ini belum termasuk dengan fish behavior (prilaku ikan) cakalang (Katsuwonus pelamis).   Meskipun  boy-boy (sebutan bagi pelempar umpan) telah melempar umpan ke laut namun kadang ikan cakalang kadang tidak merespon atau memakannya.

“Kondisi dan kualitas umpan juga perlu diperhatikan,” urainya. 

Dengan kondisi ini, kata Usemahu, potensi perikanan cakalang di Maluku dengan teknik penangkapan menggunakan pole and line harus menjadi perhatian khusus untuk dikembangkan di Maluku menyambut implementasi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). 

“Tradisi menangkap ikan dengan alat tangkap huhate ini sangat selektif,  satu pemancing dengan satu joran akan menangkap 1 ikan saat kegiatan penangkapan berlangsung.  Kemudian dengan perekrutan ABK  diatas 10 orang akan banyak membuka lapangan kerja bagi masyarakat, selain itu juga ramah lingkungan,” bebernya.

Menurutnya, teknik pole and line harus terus didorong menjadi dominan di perairan pada WPP 714 Laut Banda,  di tengah WPP ini telah, harus dijadikan kawasan konservasi untuk jenis yellowfin tuna.  Sehingga armada perikanan tangkap yang akan diijinkan pada wilayah tersebut harus mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan.

Ia mengungkapkan, setelah mengikuti trip penangkapan bersama KM. Nelayan 2016-47 dengan alat tangkap pole and line hasilnya cukup signifikan.  Dari sisi waktu, lanjutnya, kapal yang berpangkalan di Kota Masohi ini hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit menuju daerah fishing ground masih dalam WPP 714 laut Banda.

“Pas berada di posisi kawasan teluk Elpaputih dan melakukan penangkapan berjarak 500 meter dari daratan,  hasil tangkapan hari ini mencapai 1 ton lebih,  dengan ukuran ikan didominasi panjang diatas 50 cm dan berat 3 kg,”ungkapnya.

Kedepan, tambah Usemahu,  modernisasi alat tangkap,  hingga jumlah armada dan produksi tangkapan harus bisa diatur dan dikaji sejak dini.  Nelayan juga harus diberikan edukasi berkaitan dengan pengelolaan sektor perikanan tangkap.  “Dinamikanya cukup kompleks,  sekarang sulit diprediksi kadang panen banyak ikan,  kadang pula paceklik,” ulasnya.

Untuk itu, sistim logistik ikan menyambut implementasi program LIN harus disiapkan,  agar sebagai daerah lumbung ikan kebutuhan konsumsi lokal dan ekspor harus berimbang dan terjangkau bagi masyarakat.

“Pemerintah harsu melihat kerentanan sumber daya khususnya cakalang akibat kondisi alam ataupun aktifitas penangkapan.  Ini harus bisa diteliti dan dilakukan secara berkelanjutan dalam riset-riset akademis kolaborasi dengan perguruan tinggi sehingga arah kebijakan kedepan berbasis kondisi eksisting lapangan,” jelasnya.

Alat Tangkap Huhate

Untuk diketahui, huhate merupakan alat pancing tradisional Maluku yang terbuat dari bambu, tali nilon dan mata pancing. Intinya huhate ini sama seperti alat pancing modern namun joran huhate terbuat dari bambu.

Ukuran panjang joran kurang lebih 6 meter dengan bentuk bambu yang meruncing. Panjang tali utama huhate adalah 5 meter dengan panjang tali cabang 30 cm, di tali cabang inilah mata pancing akan dipasang.

Proses pemancingan

Tradisi huhate dimulai dari persiapan segala macam kebutuhan, termasuk umpan hidup, biasanya ikan teri. Baru setelah itu mencari posisi kawanan cakalang, oleh seseorang yang ditugasi mengintai, menggunakan teropong.

Setelah diketahui posisinya, perahu pun diarahkan untuk mendekati mereka. Dan, para pemancing pun bersiap pada posisi masing-masing di sudut kiri-kanan haluan perahu. Perahu mendekati posisi ikan harus dari sisi kiri atau kanan, bukan dari belakang.

Setelah cakalang berada dalam jangkauan, umpan ditebar, dan ikan itu pun dituntun ke arah haluan perahu. Umpan ditebar secepat mungkin, dan ikan pun mengikuti gerakan umpan menuju haluan.

Bersamaan itu mesin penyemprot difungsikan, agar ikan tetap berada dekat perahu. Tapi, begitu kawanan cakalang sudah mendekati haluan, mesin perahu dimatikan. Lantas,  umpan yang ditebar mulai dikurangi untuk penghematan (*)

Editor : dhino pattisahusiwa