Ahli Asing Terkejut Dengan Anomali Tsunami Palu
BERITABETA, Jakarta – Hampir sepekan setelah gempa-tsunami menghantam sebagian wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng), banyak ilmuwan dan ahli termasuk dari luar negeri menganalisis bencana yang mereka yakin disebabkan oleh hal-hal yang tak lazim.
Kota Palu sebenarnya bukan sebagai kota yang berisiko tinggi dihantam tsunami, namun gempa 7,4 skala Richter kemudian membangkitkan gelombang tsunami dan menyapu pesisir Palu pada Jumat (28/9) lalu.
Kini, para ahli mencoba menyimpulkan sekuens bencana tak lazim yang menghancurkan Palu itu. Diyakini, gempa terjadi menyamping -ketimbang vertikal- sebagai akibat dari pergerakan dari lempeng tektonik, yang semestinya tidak memicu tsunami.
Setelah menganalisis banyak data, para ilmuwan mempercayai bahwa gempa yang membelah daratan kemudian memicu longsor bawah laut yang menyebabkan gelombang laut. “Ini adalah gempa yang sebenarnya tidak memenuhi mekanisme standar untuk memicu tsunami,” kata Direktur Pusat Penelitian Tsunami Universitas Sourthen California, Costas Synolakis, kepada AFP, Kamis (4/10).
“Ini kejadian (gempa-tsunami) yang sangat jarang,” kata Synolakis menambahkan.
Pada beberapa tahun terakhir, Pulau Sumatra menjadi fokus utama pihak berwajib terkait tsunami menyusul bencana dahsyat pada 2004. Pada kejadian tsunami di Aceh dan daerah lain, gelombang bencana arus laut dipicu oleh sesar naik, bukan pergerakan patahan menyamping.
Sejak 1992, ilmuwan telah merekam ada 35 tsunami terjadi di bumi. Empat di antara diyakini disebabkan oleh longsor bawah laut sebelum yang terakhir menghantam Palu.
Para ahli asing juga mengetahui bahwa Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia sempat mengaktifkan dan kemudian mengakhiri peringatan dini sebelum tsunami menghantam Palu. Meski BMKG kemudian menuai kritik, para ahli bisa memaklumi bahwa sekuens kejadin tsunami Palu harus diakui sangat kompleks, bahkan sistem peringatan dini tercanggih pun akan sulit untuk mendeteksinya.
“(Tsunami Palu) Sesuatu yang tak akan bisa diantisipasi oleh sistem peringatan dini,” kata Synolakis.
Adam Switzer, ahli tsunami dari Universitas Nanyang, Singapura juga meyatakan, tsunami Palu sebagian disebabkan oleh longsor bawah laut. “Tidak mungkin tsunami sebesar itu hanya disebabkan oleh gempa,” kata Switzer.
Switzer menyatakan, dia dan koleganya langsung bekerja untuk meneliti fenomena yang terjadi di Sulteng. Dan ia mengakui, penelitian akan memakan waktu yang panjang.
“Kami benar-benar harus yakin bahwa kami memahami peristiwa ini, karena kami harus belajar dari tsunami ini,” kata Switzer.
Data Perkembangan Jumlah Korban
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperpanjangan waktu pencarian korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, hingga Senin (8/9). Hingga hari ketujuh evakuasi korban bencana gempa bumi dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, korban meninggal dunia mencapai 1.571 orang.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sejauh ini korban terbanyak ditemukan di Kota Palu yakni mencapai 1.152 orang. Sementara korban meninggal di Kabupaten Donggala sebanyak 144 orang. Sisanya, terdapat di Sigi 62 orang, Parigi Moutong 12 orang, serta di Pasangkayu, Sulawesi Barat sebanyak 1 orang.
“Sesuai mekanisme pencarian oleh Basarnas selama tujuh hari karena masih banyak belum ditemukan ditambah tiga hari sehingga total 10 hari. Nanti, jika masih dibutuhkan tambahan waktu lagi akan tetap dicari tapi dengan kekuatan yang dikurangi,” kata Sutopo dalam Konferensi Pers di Kantor Pusat BNPB, Jakarta, Jumat (5/10) sore.
Ia menjelaskan, dari total korban meninggal tersebut, sebanyak 1.551 jenazah diantaranya telah dimakamkan. Pemakaman dilakukan di penguburan massal Poboya, Pantoloan, serta pemakaman keluarga. Korban meninggal belum dimakamkan seluruhnya dikarenakan sembari dilakukan identifikasi.
Korban, kata Sutopo, banyak yang mengalami kerusakan di bagian wajah sehingga dibutuhkan waktu untuk pendataan. Namun disisi lain, jenzah baru terus berdatangan di berbagai lokasi. Hal itu menyebabkan pemakanan jenazah tidak bisa langsung dilakukan ketika baru ditemukan.
Adapun, pendataan yang dimaksud yakni dengan cara pengambilan foto wajarh jenazah sehingga keluarga yang mencari kerabatnya bisa melihat foto tersebut. “Jadi kita ambil fotonya lalu dimakamkan. Sambil jalan, yang penting jenzah sudah dimakamkan secara layak,” ujar dia.
Selain korban meninggal, BNPB mencatat total korban luka-luka mencapai 2.549 orang yang saat ini sudah menjalani rawat inap di rumah sakit. Sementar itu, jumlah korban hilang tercatat ada 113 orang dan korban tertimbun 152 orang. Sutopo mengatakan, korban hilang dan tertimbun belum dimasukkan ke dalam daftar korban meninggal karena proses pencarian masih berlangsung. (BB/ROL)