Indonesia Rawan Gempa, Pemda Harus Siaga Bencana
BERITABETA, Jakarta – Sebagian besar wilayah Indonesia rawan bencana gempa bumi, yang terkadang diikuti oleh tsunami. Meski datangnya gempa tidak bisa diramalkan, dengan teknologi muthakir sekali pun, sumber gempa bisa dipetakan, periode pengalaman gempa dapat diestimasi, dan dampaknya bisa dihitung. Karena itu, pemerintah dan masyarakat Indonesia sebaiknya selalu siaga bencana dan menyiapkan mitigasi yang tepat.
“Setelah gempa besar di laut, mestinya masyarakat langsung siaga. Sirene tsunami boleh saja dibunyikan,” kata Sekretaris Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Antonius Ratdomopurbo di kantor ESDM, Jakarta, Rabu (3/10/18).
Menurut dia, sikap siaga tsunami dan menyiapkan mitigasi bencana adalah langkah paling bijak mengingat datangnya tsunami tidak bisa dipastikan.
Pada kasus Palu, Donggala, dan sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah (Sulteng) yang dilanda gempa dan diterjang tsunami, ada kekeliruan dalam membuat peringatan. Mestinya, kata Ratdomopurbo, begitu ada gempa dahsyat, masyarakat langsung disiagakan untuk mengantisipasi tsunami. Jika tidak terjadi, tidak ada masalah. Namun, sebaliknya, bila terjadi, sangat besar akibat tidak ada tindakan antisipasi.
Menurut dia, pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menggunakan tsunami model gempa Krakatau pada 1883 sebagai referensi. Pada model ini, tsunami disebabkan oleh runtuhnya dasar laut sekian kilometer persegi. Air laut yang masuk ke dalam lubang di dasar laut, kembali menyembul ke permukaan dengan kekuatan dahsyat hingga terjadi tsunami. Tsunami 1883 menewaskan lebih dari 36.000 penduduk Banten dan Lampung.
Tsunami Flores pada 1992 dan Aceh pada 2004 juga mengikuti pola tsunami Krakatau. Tetapi, pada gempa di Palu, kata Ratdomopurbo, dasar permukaan laut tidak ambles hingga menimbulkan lubang yang dalam sekian kilometer. Itu sebabnya, pihak BMKG kemudian mencabut peringatan tsunami.
Padahal, pada bencana di Palu, Donggala, dan sekitarnya, gempa ditimbulkan oleh pergeseran lempeng sesar yang kemudian menemukan bagian tepi laut yang curam. Karena pergerakan lempeng sesar yang sangat cepat dan posisi Teluk Palu yang sempit, tsunami cukup mematikan meski hanya setinggi tiga meter.
Selain Kalimantan, Sumatera bagian timur, Jawa bagian utara, Sulawesi Selatan, dan sebagian Sulawesi Utara, wilayah Indonesia lainnya rawan gempa dan daerah pesisir berpotensi disapu tsunami. Kondisi ini terjadi karena pergerakan Lempeng India Australia sekitar 7 cm per tahun, pergerakan Lempeng Pacific 12 cm per tahun, dan Lempeng Eurasia 5-6 cm per tahun. Ini adalah pergerakan dasar laut berdasarkan peta kesempatan di Indonesia, 1900-2016.
Pergerakan tanah di wilayah Sulteng antara menengah hingga menengah-tinggi. Jika curah hujan di atas normal, pergerakan tanah akan terjadi. Tanah longsor adalah musibah yang biasa terjadi.
Mengingat besarnya bahaya gempa, Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 1 Oktober 2018 mengirim surat kepada para gubernur se-Indonesia agar selalu siaga menghadapi bencana gempa dan mencermati Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah/Tanah Longsor. Surat serupa selalu dikirim kepada para gubernur setiap enam bulan.
Pada kesempatan yang sama Jonan mengakui, pemda kurang mempedulikan surat Menteri ESDM tentang prakiraan gempa dan tsunami yang dikirim setiap enam Bulan. “Saya tidak tahu, para gubernur itu mengerti atau pura-pura tidak paham,” ungkapnya.
Jonan memperkirakan, izin mendirikan bangunan (IMB) diberikan pemda kepada pengembang untuk membangun rumah dan gedung di mana saja, termasuk di wilayah rawan bencana. Banyak gedung, termasuk hotel, yang dibangun di daerah rawan longsor. Begitu ada sedikit gempa, gedung langsung rubuh.
Pembangunan di daerah yang rawan longsor, kata Jonan, kian masif sejak era otonomi daerah. Dalam membuat rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten, pemda bisa saja lebih mengakomodasi kepentingan perusahaan. Dengan mahalnya biaya pilkada, tata ruang bisa jadi mengabaikan bahaya bencana dan kepentingan rakyat. Sebagian Kota Palu dan Donggala tidak layak untuk permukiman. Ke depan, rawan longsor yang terletak di garis sesar tidak boleh dihuni. (BB/BS)
Sumber: BeritaSatu.com