BERITABETA.COM, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluhkan anggaran yang berkurang tiap tahunnya. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, jika di tahun 2018 anggaran BNPB Rp 700 miliar maka tahun 2019 BNPB hanya dialokasikan Rp 610 miliar.

Dalam konferensi pers di kantor BNPB, Jakarta Timur, Sutopo menuturkan jumlah anggaran tersebut untuk mencakupi seluruh Indonesia terbilang sangat kurang. Sementara berdasarkan data yang dimiliki BNPB, ancaman bencana meningkat.

“Anggaran BNPB terus menurun, di satu sisi ancaman bencana meningkat tapi anggaran bencana menurun 2019 hanya mendapat Rp 610 miliar untuk mengcover seluruh wilayah Indonesia tentu sangat berkurang,” katanya, Selasa (25/12/2018).

Terkait hal ini, secara terpisah Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, jika terpilih di Pilpres 2019, pasangan Prabowo-Sandi akan memprioritaskan penganggaran negara pada penyediaan perangkat mitigasi bencana.

Menurut Dahnil, tak ada pilihan lain untuk mengantisipasi dan menanggulangi potensi bencana yang ada di Indonesia, kecuali dengan prioritas tersebut.

“Pemerintahan Pak Prabowo dan bang Sandi akan memaksimalkan anggaran untuk alat-alat pendeteksi dan erly warning system terhadap tsunami dan lain-lain,” ujar dia kepada seperti dikutip Republika.co.id, Selasa (25/12/2018).

Selain itu, lanjut Dahnil, Prabowo-Sandi juga akan fokus pada upaya membangun kesadaran kolektif bahwa Indonesia merupakan negeri dengan tingkat kerawanan bencana yang sangat tinggi. Karena itu, Prabowo-Sandi akan menciptakan program “Meninggikan Literasi Kebencanaan”.

“Artinya masyarakat paham betul dengan mitigasi bencana dan apa tindakan yang harus dilakukan ketika ada bencana. Jadi terbangun sistem dan kesadaran koletif terkait dengan bencana alam yang sering datang,” katanya.

Dahnil menjelaskan, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17 ribu lebih pulau kecil dan besar, dengan 54.716 KM panjang garis pantai dan juga adalah negara dengan garis pantai terpanjang nomor 2 setelah Kanada. Bahkan, ia mengatakan, Indonesia memiliki 120 lebih gunung vulkanik dengan jutaan rakyat yang hidup di sekitarnya.

“Dengan kondisi geografi seperti itu, Indonesia adalah negara yang rawan dengan berbagai bencana mulai tsunami, gempa bumi, letusan gunung vulkanik, banjir, longsor dan sebagainya,” paparnya.

Namun, Dahnil mengatakan, kebijakan negara termasuk selama empat tahun ini tidak pernah memberikan prioritas maksimal pada upaya mitigasi bencana yang maksimal.

Dia menilai, Indonesia bermasalah dengan mitigasi, tanggap dan penanganan bencana, sehingga seringkali korban lebih besar. “Padahal bisa diminimalisir, dan penanganan selalu lambat,” tukasnya.

Ancaman Bencana Meningkat

Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, ancaman bencana di Indonesia dari beberapa faktor, seperti gempa bumi, banjir, longsor, erupsi gunung berapi, sampai tsunami. Dari beberapa sumber bencana, yang menjadi perhatian salah satuhya adalah tsunami.

Sepanjang tahun 2018, kata Sutopo, bencana paling besar berdasarkan jumlah korban jiwa dan kerugian akibat dari bencana itu adalah gempa disusul tsunami di Sulawesi Tengah. Terbaru tsunami di selat Sunda.

“Tsunami itu masih banyak yang harus kita sempurnakan belum lagi tsunami yang dibangkitkan oleh longsor dan erupsi gunung kita belum punya. Bagaimana mengadakan? salah satu komponen tadi adalah penambahan anggaran berapa dan sebagainya,” tukasnya.

Sutopo mengatakan, Indonesia harus memiliki rencana jangka panjang sekaligus program tentang deteksi dini tsunami. Sejatinya, kata Sutopo, program peringatan tentang tsunami pernah dilakukan di tahun 2012 namun terhenti karena kurang dana.

“Oleh karena itu untuk tsunami perlu melanjutkan program peringatan. Masterplan yang dulu pernah dilakukan tahun 2012 kemudian berhenti karena tidak ada dukungan dana. Demikian juga kita perlu masterplan penanganan banjir, erupsi, longsor,” paparnya.

Berkaca pada kejadian tsunami di Selat Sunda, Sutopo mengamini tidak ada peringatan dini akan datangnya tsunami. Hal itu dikarenakan Indonesia tidak memiliki alat deteksi tsunami yang diakibatkan dari longsor bawah laut dan erupsi gunung berapi.

“Tidak ada peringatan dini tsunami karena memang kita, Indonesia, tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran bawah laut dan erupsi gunung api sehingga proses yang terjadi tiba-tiba. Tidak ada evakuasi, masyarakat tidak ada kesempatan untuk evakuasi. Yang terjadi di Selat Sunda tidak ada (peringatan dini) karena kita tidak memiliki sistem,” tandasnya. (BB-ROL-MRC)