AJI, AMSI dan IJTI Ajukan Permohonan Pengujian UU Pers
Artinya pada konteks fungsi Dewan Pers dalam membentuk peraturan pada bidang pers, khususnya pada Pasal 15 ayat (2) huruf f adalah menjadi pihak yang memberikan sarana untuk melancarkan fungsi dan kemudahan kepada organisasi pers untuk berkontribusi dan ambil bagian dalam membentuk peraturan di bidang pers.
3. Sebagai fasilitator, maka jika terdapat pembentukan peraturan di bidang pers tanpa mengikutsertakan organisasi pers maka barulah bisa dianggap bertentangan dengan fungsi dalam UU Pers sendiri.
Seandai pun terjadi, permalasahan berada di tataran implementasi bukan pada tataran normatif dengan memintakan Dewan Pers kehilangan sebagian fungsinya sebagai fasilitator organisasi pers membentuk peraturan di bidang pers.
4. Mencermati posita para Pemohon mengenai memfasilitasi adalah menginginkan penyusunan peraturan-peraturan bidang pers dilakukan oleh masing-masing organisasi pers, bukan dalam bentuk peraturan Dewan Pers.
Hal tersebut dikhawatirkan justru membuat peraturan-peraturan bidang pers dapat menjadi tidak kohesif, terpisah sendiri-sendiri sesuai selera dan kepentingan organisasi-organisasi pers, dan bahkan berpotensi bertentangan satu dengan yang lain.
Hal ini berpotensi membuat munculnya kode etik jurnalistik yang tidak baku dan beragam penafsiran sesuai versi masing-masing organisasi pers. Dikhawatirkan justru memunculkan kebingungan massal pada insan pers Indonesia dan mengganggu kebebasan serta profesionalitas pers.
Untuk itu Para Pemohon dan Kuasa Hukum dengan ini menyampaikan permohonan sebagai Pihak Terkait yang Berkepentingan Tidak Langsung kepada MK.
“Besar harapan Para Pemohon dan Kuasa Hukum agar Majelis Hakim MK mau mempertimbangkan keterangan-keterangan yang disampaikan dalam memeriksa perkara PUU yang diajukan,” tulis mereka (*)
Editor : Redaksi