Ambon Sebagai Kota Musik, dari Perspektif Psikologi
Oleh: Muh. Kashai Ramdhani Pelupessy (Magister Psikologi dan Pemuda Siri-Sori Islam)
Sejak Ambon dinobatkan sebagai kota musik oleh UNESCO pada 31 Oktober 2019 lalu, maka bisa dikatakan bahwa musik telah menjadi ciri khas orang Ambon dan Maluku pada umumnya. Penobatan ini bukan tanpa alasan, karena memang faktanya menunjukkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang Ambon senang dengan musik. Mungkin karena rasa senang itulah, maka ada rasa bahagia tersendiri yang di dapat orang Ambon saat mendengar musik.Sama seperti suara lainnya, musik merupakan gelombang yang diproses oleh indera pendengaran kita, diubah menjadi impuls elektrik, kemudian saraf auditori mentransmisi impuls tersebut menuju ke otak dan di interpretasi. Reseptor di otak akan bertanggung jawab terhadap dimensi dari musik seperti pitch (nada), timbre (warna nada), rhythm (irama dan harmoni), dan tempo (cepat atau lambat).Saat ini dalam dunia psikologi, musik telah masuk dalam kajian khusus mengenai intelegensi seseorang. Akhir-akhir ini, intelegensi seseorang tidak hanya di lihat dari tingkat IQ (Intelegence Quotient), melainkan juga di lihat dari Musical Intellegence. Hal ini mengacu pada teori Gardner’s mengenai Multiple Intelegence (Kecerdasan Majemuk), bahwa musik adalah bagian dari kecerdasan seseorang. Dari sudut pandang psikologi, rasa senang saat mendengar musik sangat memperkuat bukti empirik bahwa musik dapat meningkatkan “kebahagiaan” seseorang. Jangan heran ketika Badan Pusat Statistik (BPS) saat melakukan survei Indeks Kebahagiaan secara nasional pada tahun 2017 lalu, hasilnya menunjukkan bahwa Maluku masuk dalam peringkat kedua paling bahagia di Indonesia.Ada beberapa aspek dari survei BPS tersebut yang sangat mendukung pengaruh musik terhadap kebahagiaan seseorang. Pertama ialah aspek kesehatan, ternyata aspek ini sangat di pengaruhi oleh intensitas musik yang di dengar seseorang. Misalnya, di saat seseorang mendengar musik, maka tanpa sadar otot-otot tangan, kepala, dan kaki akan tergerak dengan sendirinya, yang hal ini berdampak pada kesehatan seseorang sehingga membuatnya merasa bahagia. Di samping aspek kesehatan, ada juga aspek kualitas hidup yang sangat menentukan kebahagiaan seseorang. Penelitian Maratos, Gold, Wang, & Crawford (2008) menunjukkan bahwa terapi musik efektif dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang. Dengan meningkatnya kualitas hidup, maka seseorang akan merasa lebih bahagia. Tak hanya itu, musik juga dapat berpengaruh terhadap tingkat skor IQ seseorang. Berdasarkan penelitian eksperimen yang di lakukan Schellenberg tahun 2004 lalu, menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang diberikan pelajaran dengan musik lebih tinggi skor IQ mereka di banding kelompok kontrol yang di berikan pelajaran tanpa efek musik. Bahkan, berdasarkan penelitian Chang, Chen, & Huang tahun 2008 menunjukkan bahwa musik juga dapat mengatasi kecemasan, stress, dan depresi pada ibu hamil.
Meskipun demikian, ada hal-hal khusus yang bersifat personal dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang. Misalnya, faktor religiusitas pun dapat meningkatnya kebahagiaan seseorang. Ambil contoh yaitu lantunan ayat-ayat suci Al-Quran yang di dengar seseorang dapat membuatnya merasakan bahagia. Dan beberapa faktor lainnya, selain musik, pun dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat di katakan bahwa musik, di samping beberapa faktor lainnya, ialah sangat berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan seseorang. Oleh karenanya, patut jika Ambon di juluki sebagai The City of Music. Karena dengan begitu, maka kualitas kebahagiaan masyarakat Maluku akan tetap terjaga dengan sendirinya. Semoga artikel singkat ini dapat membuka sedikit cakrawala kita mengenai musik dari perspektif psikologi (***)