Apa Kabar Maluku di Usia 76 Tahun…?

Dalam kondisi seperti ini apa yang bisa diharapkan oleh Pemerintah Daerah di wilayah yang terkenal sebagai Daerah Maritim berciri kepulauan ini?
Maluku kini memang telah ditetapkan sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Tapi itu seperti hanya ‘menang nama’ sebagai daerah maritim, tapi tak dapat keuntungan yang sebanding.
Fakta lain dapat terungkap disini, transfer fiskal dalam DAU pun tak menghitung area lautnya sementara 92,4 % luasan Maluku adalah laut dan 7,6 % daratan. Tentunya ini sangat sangatlah merugikan Maluku.
Atas dasar beberapa pertimbangan itu kemudian, menurut saya dibutuhkan suatu regulasi yang bersifat khusus. Lalu bagaimana dengan RUU Daerah Kepulauan yang sedang berproses di parlemen ?
Dalam pengamatan saya, setelah 15 tahun RUU ini coba digagas, bahkan kerap masuk dalam Prolegnas yang diusulkan dari pintu DPR, tapi sepertinya tetap jalan di tempat.
10 tahun tidak berhasil, sekarang diusulkan lagi dari pintu DPD, masuk dalam Prolegnas tahun 2020, ada di urutan ke 50 saat penetapannya yang ikut dihadiri anggota DPRD Provinsi Maluku dan wakil pemerintah daerah.
Dalam paripurna tersebut saya dengan suara lantang mengajukan interupsi disaksikan dan disuport oleh teman- teman DPRD Provinsi Maluku.
Harapannya bisa cepat untuk dibahas. Tetapi faktanya, setahun telah berlalu dan dari masa sidang ke masa sidang, ternyata tak kunjung ada berita untuk dibahas. Sudah V masa sidang berlalu, belum ada tanda -tanda akan ada pembahasan.
Saya sudah ditugaskan oleh menjadi Koordinator dari Fraksi PKS untuk masuk Pansus, tapi setelah saya tanyakan ke teman- teman Baleg DPR RI, informasinya harus menunggu surat Presiden yang dari surat itu kemudian oleh Bamus menugaskan Pansus bekerja.
Lagi-lagi, Paripurna buka sidang dan penetapan pembahasan RUU DPR RI di masa sidang 1 tanggal 17 Agustus 2021 tidak ada RUU Daerah Kepulauan. Lalu timbul pertanyaan. Bagaimana nasibnya RUU Daerah kepulauan ?
Akankah nasibnya sama dengan periode kemarin? Apakah alasan pemerintah tidak respon, karena konsekwensi politik dan anggaran menjadi besar karena menyangkut 8 propinsi kepulauan ?
Jika nasibnya demikian, maka tentu seluruh komponen dan stakeholder harus berfikir untuk mencari strategi baru untuk memperjuangkan haknya kepada Negara.
Apakah dengan otonomi khusus seperti Aceh, Djogya dan Papua ataukah menggagas RUU baru yaitu RUU Pengembangan Pengelolaan Daerah Perikanan atau Kemaritiman.
Jadi instrumennya adalah pengembangan dan pengelolaan negara terkait perikanan. Diintegrasikan dengan Lumbung Ikan Nasional yang juga hingga hari ini belum ada Kepres-nya.
Harapannya dengan regulasi dan payung hukum ini, Maluku bisa "memaksa" negara untuk sungguh-sungguh membangun Indonesia dari laut, tidak saja dari darat dan karena itu maka harus diperjuangkan.
Dengan perjuangan ini Maluku akan lebih fokus, lebih mudah mengendalikan dan memaksimalkan konsolidasi internalnya.
Mari berjuang bersama semua komponen negeri ini secara kolektif. Pemerintahannya, akademisinya, para pakar dan politisinya. Ini tidak mudah tapi bagian dari tawar menawar kepada Negara.
Negara yang kita cintai. Negara di dalamnya ada saham Maluku. “Ini gagasan saya untukmu Maluku, di Hari Ulang Tahunmu, kupersembahkan untuk didiskusikan,” Dirgahayu Maluku Tercinta (*)