Nama menu itu GASASA (Garang Asam Sari Rasa).  Memang cukup garang. Serupa tampilan atlet Maluku yang terlihat 'garang' dan kuat, tapi kemudian prestasi jadi asam dan pedis di pentas nasional.

Tapi itu dulu. Sekarang sudah beda. Atlet Maluku seperti menemukan momemtum yang pas di Kota Kudus. Sama halnya dengan menemukan GASASA yang mirip dengan Asam Padis ala Maluku.

Walau tampil dengan kondisi serba Asam dan Pedis,  tapi akhirnya bisa pulang dengan 'Sari Rasa' yang selama ini hilang. 

Putra -putri Maluku harus kuat dengan rasa asam pedisnya keterbatasan, baik dari sisi fiskal yang memaksa semua kegiatan olahraga di tingkat lokal harus berkurang,  dan juga masih minimnya fasilitas penunjang.

Tapi wilayah ini, serasa bukan domain utama yang harus jadi beban pikiran, terutama para atlet dan offesial. Ini wilayah para elit karena berhubungan dengan will (kamauan).

Hal lain yang menjadi faktor dominan adalah hilangnya champion mentality (mental juara). Jika ini hilang dari jiwa atlet, maka seabrek persiapan pun akan percuma.

Membangun mental juara memang bukan hal yang mudah. Karekter ini tak bisa diharapkan langsung datang begitu saja kepada setiap individu atlet. Dia harus dibangun secara kolektif oleh sekumpulan orang yang memiliki visi besar dan mindset yang sama.

Sekiranya kondisi inilah yang mulai dibangun oleh KONI Maluku. Lewat tangan dingin seorang Sam Latuconsina bersama team worknya, karakter ini mulai terlihat nyata pada performa atlet -atlet Maluku.

Tak perlu jauh -jauh melihat kemajuan itu. Simak saja performa Arwin Ibrahim, Eka Polpoke, Marfhines Rumauru Saamena, Mira Nayo Haikutty, Sifra Stien Sasabone dan yang terakhir Thomas Marsel Murehuwei.