Pada cara yang lain, rakyat diberi subsidi dan bantuan sosial oleh negara tentu dengan tujuan agar rakyat tidak protes dengan kondisi dimana bahan bakar langkah dan mahal serta bahan pangan yang merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat mahal. Sebuah paradoks yang sangat nyata terjadi.

Ketiga, kerusuhan di dalam Stadion Kanjuruhan Malang setelah pertandingan antara klub sepak bola Arema FC (Malang) melawan Persebaya (Surabaya) yang hasil dari pertandingan itu tuan rumah Arema FC kalah. Kekalahan itu membuat para suporter kecewa dan melampiaskannya dengan turun langsung ke lapangan.

Aparat keamanan baik polisi dan TNI langsung mencegah dan membubarkan massa dengan melakukan tindakan represif, kekerasan bahkan penembakan gas air mata ke mereka suporter. Hal itu dilihat dari berbagai macam foto dan video yang tersebar diberbagai media massa.

Padahal tindakan penembakan gas air mata dan membawa senjata api oleh aparat keamanan ke dalam stadion adalah sesuatu dilarang oleh federation international football asociation atau FIFA. Aturan itu bisa dilihat via Pasal 19 b yang berbunyi:  No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan). Akbiat dari kerusuhan kelam ini membuat sebanyak 127 orang meninggal dunia.

Lagi-lagi ini menjadi catatan buruk bagi dunia sepak bola Indonesia. Pasalnya, peristiwa yang menghilangkan nyawa manusia di dalam dunia sepak bola kita ini bukan pertama kalinya terjadi. Di tahun 2012 hingga 2018 korban sebanyak 7 orang suporter tewas di balik laga Persib melawan Persija (Kompas.com, 26/9/2018).

Keempat, fakta dan realitas sosial di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Masalah ketidakadilan, penindasan, kriminalitas, konflik sosial, cara berpikir dan karakter masyarakat yang mengalami kemunduran. Padahal kita hidup di zaman modern, tapi pikiran masyarakatnya masih banyak yang primitif.