Pertama, kasus Fredy Sambo seorang yang menembak mati seorang Brigadir Josua. Kasus ini menyeret institusi kepolisian secara total dan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian dari kasus tersebut. Kriminalitas di dalam tubuh kepolisian. Polisi bunuh polisi. Akhirnya masyarakat merasa takut, sebab aparat polisi saja bisa bunuh sesama anggotanya. Apalagi masyarakat.

Lalu mengapa kasus Ferdy Sambo begitu menarik perhatian? Padahal, bagi saya, kasus Ferdi Sambo cuman pembunuhan yang biasa-biasa saja seperti juga kasus kriminal atau pembunuhan yang sering kita lihat, dengar dan amati.

Siti Afifiyah (2022) dalam tulisannya, bahwa karena ia (FS) memiliki posisi penting di tubuh Polri dan kejadian perkara ada di dalam rumah dinasnya sendiri, serta melibatkan para anggota Polri itu sendiri. Citra yang diagung-agungkan, untuk mewujudkan integritas Polri. Seketika citra itu ambyar. Wajah Polri semakin babak belur. Bagaimana bisa mengayomi masyarakat, di dalam institusinya sendiri, bahkan di dalam rumah (dinasnya) petinggi Polri tercium ketidakberesan.

Kasus ini dipecahkan cukup lama sampai sekarang dan belum selesai. Padahal pelakunya jelas yakni Fredi Sambo. Tetapi, sangat mengambang putusannya. Dari kasus ini, ternyata publik sudah bisa punya penilaian bahwa masih banyak lagi catatan hitam yang miliki kepolisian dalam kehidupan bernegara kita.

Kedua, kelangkaan bahan bakar (minyak tanah) serta naiknya harga BBM yang itu sangat menyusahkan bahkan menyengsarakan rakyat Indonesia. Sebab yang mengatur harga bahan bakar minyak ada juga keterlibatan swasta/cukong. Negara kehilangan kekuatannya dalam mengatur harga pasar.

Jadi, ada praktek swastanisasi atau privatisasi dalam sektor kebijakan di tubuh perusahan milik negara (BUMN) yakni di Pertamina. Artinya dibalik ini adalah permainan para kelompok neoliberalisme untuk menguasai sistem perekonomian Indonesia, terkhusus minyak bumi.