BERITABETA.COM, Ambon – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku hanya menunggu alias “menjemput bola”. Soal dugaan rekayasa tender/lelang paket proyek gedung Auditorium Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon tahun anggaran 2020/2021 senilai Rp.26 miliar itu bisa diusut, bila ada laporan resmi disampaikan ke Kejati Maluku.

"Laporan yang disampaikan harus didukung dengan dokumen-dokumen terkait proyek itu. Bila ada laporan resmi maka bisa diproses," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku Wahyudi kepada beritabeta.com di ruang kerjanya, Jumat (30/07/2021).

Ia menjelaskan, dokumen pendukung tersebut semisal Dipa atau sumber dana untuk pembangunan proyek dimaksud, sehingga bisa dipelajari oleh Kejaksaan.

“Bila laporan resmi itu disertai dokumen pendukung terkait tender proyek tersebut, nah Itu lebih bagus lagi,” tuturnya.

Menurutnya, dengan dokumen-dokumen pendukung itu bisa dijadikan petunjuk atau pintu masuk guna mengetahui para pihak terkait mulai Panitia (Pokja/ULP) dan PPK tender proyek ini.

“Jika (dokumen pendukung) ada dalam laporan, maka akan memudahkan kejaksaan untuk bergerak. Kalau tidak ada dokumen pendukung, tentu akan sulit,” timpal Wahyudi.

Dia menyarankan kepada pihak yang merasa memiliki dokumen-dokumen pendukung terkait masalah tender paket proyek Gedung Auditorium IAIN Ambon itu, silakan menyampaikan laporan resmi ke Kejati Maluku.

“Intinya, Kejati Maluku bisa proses masalah ini, kalau ada laporan resmi disertai dokumen pendukung,” imbuhnya.

Diketahui, tender proyek nomor 12754170 ini dilakukan dua kali. Lelang pertama Maret 2021 sudah ditetapkan pemenang tapi dibatalkan oleh Rektor IAIN Ambon Dr. Zainal Abidin Rahawarin.

Pembatalan hasil lelang pertama dilakukan Rektor sekaligus memberhentikan panitia pertama atas usulan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) IAIN Ambon, Hamiruddin.

Panitia lelang pertama yang diberhentikan oleh Rektor antara lain; Syukur (Ketua), La Endaku, dan Husein Rumain.

Panitia Lelang (Pokja/ULP) kedua Juli 2021 yang diangkat oleh Rektor diantaranya; Nur Tuny dan Fahmi, Pegawai Kampus IAIN Ambon. Ketua Panitia Tender adalah pegawai dari Kantor Kemenag RI di Jakarta.

Selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) paket proyek ini adalah Jamal Haasan Warandi. Hasil lelang kedua Juli 2021, panitia lelang menetapkan PT. Arya Perkasa Utama sebagai pemenang. Padahal, nilai penawaran perusahaan ini tidak berbeda dengan lelang pertama.

Sebelumnya, dugaan permainan dan kongkalikong oknum panitia (Pokja/ULP) lelang paket proyek ini terungkap melalui sanggahan Direktur PT. Karya Laksana Sejahtera Sukses, Rusma BR. Sihombing yang juga ikut tender.

“Kami menduga ada kenjanggalan dalam pengumuman penetapan pemenang atas nama PT. Arya Perkasa Utama yang begitu cepat dilakukan Pokja/ULP, sehingga perlu diperiksa dan evaluasi/kroscek ulang mendetail, termasuk dugaan kongkalikong dan hubungan keterlibatan kelompok/person tertentu yang hanya memenangkan paket pekerjaan yang bermasalah sebelumnya di IAIN Ambon,” tulis Sihombing dalam sangghan bernomor 02/SNGH-KLSS/TP/XII/2021 tertanggal 17 Juli 2021.

Ia membeberkan fakta hasil evaluasi terhadap dokumen penawaran yang diajukannya, terdapat kekeliruan penilaian yang dilakukan oleh Panitia Lelang atau Pokja/ULP.

ia mengungkapkan dalam dokumen penawaran, nilai yang diajukan PT. Karya Laksana Sejahtera Sukses jauh lebih rendah dan memenuhi syarat dari perusahaan yang ditetapkan sebagai pemenang lelang (PT. Arya Perkasa Utama - 20.636.699.7-814.000 dengan Nilai Penawaran Hasil Negosiasi Rp 26.590.000.000,00).

“Pelaksanaan lelang jasa konstruksi pembangunan Gedung Auditorium IAIN Ambon tender ulang cacat hukum, maka dipandang perlu untuk mengkaji ulang penetapan pemenang lelang tersebut,” pinta dia.

Dugaan rekayasa lain yang dilakukan oknum Pokja/ULP dalam tender ini, karena tidak pernah mengundang dan meminta klarifikasi dari PT. Karya Laksana Sejahtera Sukses KSO.

“Dan ini jelas terlihat Pokja/ULP memang sengaja tidak mau melakukan klarifikasi terhadap kami dan malah sengaja menggugurkan kami dengan alasan yang tidak perlu dan tidak substansial,” tegas Sihombing.

Karena proses tender sarat kejanggalan berdasarkan alat bukti dan fakta - fakta empiris atas dugaan pelanggaran dan penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang diatur dalam Perpres 54/2010 Jo. dokumen pengadaan, maka selain melakukan sanggahan, pihaknya juga mengajukan permohonan dan permintaan agar Pokja/ULP membuat suatu keputusan dan/atau tindakan TUN sebagaimana dimaksud Pasal 83 Jo. Pasal 84 Perpres No. 54/2010 Jo. Perubahannya yaitu sebagai berikut:

“(a) Menyatakan Pelelangan Gagal; (b) Melakukan Evaluasi Ulang; (c) Menyampaikan Ulang Dokumen Penawaran; (d) Melakukan Pelelangan Ulang; dan; (e) Menghentikan Proses Pelelangan,” tulis Sihombing.

Sihombing juga mengungkapkan terdapat dugaan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip pengadaan adil/tidak diskriminatif sebagaimana dimaksud Pasal 5 Perpres 54/2010 jo Perubahannya, Prepres No 12 Tahun 2021.  (BB-RED)