BERITABETA.COM, Ambon – Rencana penjualan kawasan hutan mangrove di Negeri Banggoi, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur [SBT] kepada salah satu investor mendapat penolakan keras dari Persaudaraan Pemuda Etnis Nusantara (PENA) Kabupaten SBT.

Komunitas ini menolak rencana eksploitasi yang akan dilakukan pihak investor terhadap kawasan hutan mangrove di daerah itu. Mereka menilai praktek itu berpotensi merusak ekosistem lingkungan, seperti yang pernah terjadi  pada kasus pembalakan hutan oleh CV. Sumber Berkat Makmur (SBM) di Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat.

“Kami minta kepada masyarakat jangan terlalu mudah percaya janji manis dari pada para korporet yang mencari keuntungan besar dan mendatangkan penderitaan bagi masyarakat di Seram Bagian Timur,” ujar Sekretiaris PENA Rahman Rumuar dalam rilisnya kepada beritabeta.com, Jumat malam (3/12/2021).

Ia meminta, masyarakat di Kabupaten SBT agar belajar dari kasus yang menimpa warga Desa Sabuai beberapa waktu lalu.  Pasalnya, tindakan pengalihfungsian nyata-nyata telah merusak hutan adat dan mengakibatkan banjir serta mendatangkan kerugian yang sangat bersar bagi masyarakat.

“Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Kami minta semua aspek ini dipertimbangkan sebelum menjadi petaka dikemudian hari,” pungkas Rumuar.

Ia menguraikan, selama ini  hutan mangrove banyak dimanfaatkan sebagai penghasil kayu untuk bahan kontruksi, bahanj bakar dan bahan baku untuk membuat arang dan juga untuk dibuat pulp.

Posisi ekosistem mangrove cukup berperan dalam kelangsungan hidup sejumlah biota, salah satunya adalah pemasok larva ikan dan udang alam.

Atas fungsi dan keunggulan ini, Pememerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sementara melaksanakan penanaman manggrove di Kabupaten SBT.

“Ini sangat ironis. Ada masyarakat tertentu di Kabupaten SBT malah ingin menjual hutan mangrove, yang lebih parah lagi selain hutan mangrove, lahan/lokasi yang akan dijual terdapat hutan lindung,” beber dia.

Untuk itu, PENA Kabupaten SBT dengan tegas akan menolak semua upaya dan rencana yang dilakukan dengan terus melakukan pengawasan ekstra.

“Akan kami sikapi. Dalam waktu dekat kami akan menyurati Dinas Kehutanan Provinsi Maluku  di Ambon  dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta” tegas Rahman.     

Ia juga mengatakan, bagi pihak-pihak mana saja yang ingin berinvestasi di kabupaten berjuluk ‘Bumi Ita Wotu Nusa’ silakan,  asalkan masyarakat adat dan daerah tidak dirugikan atau dikorbankan.

“PENA Kabupaten Seram Bagian Timur akan tetap hadir untuk mengawal kepentingan masyarakat hukum adat,” pungkasnya.

Seperti diketahui beberapa waktu lalu, masyarakat adat Negeri Banggoi telah menolak dengan keras rencana perusahaan yang akan megalihkan kawasan hutan manggrove di wilayah petuanan meraka.

Mereka secara turun-temurun telah hidup bersama alam. Atas sikap itu Keseluruhan Baliman selaku pihak yang bertanggungjawab tidak pernah menandatangani surat kuasa maupun menyetujui penjualan hutan manggrove di negeri itu. Mereka menolak rencana tersebut.

Keluarga Baliman hanya memberikan kuasa kepada pengacara. Dan pengacara telah membuat laporan ke Danpomdam XVI Pattimura maupun mendapingi Rivalda Baliman di Polres Seram Bagian Timur.

Hal itu ditempuh untuk melaporkan tindakan pengrusakan baliho yang dipasang oleh keluarga Baliman. Bahkan pengacara telah menyurati Dinas Kehutanan Provinsi Maluku.

Kaluarga Baliman tidak pernah memberikan kuasa kepada oknum atau orang tertentu untuk bertindak atas nama keluarga Baliman.

“Kuasa yang diberikan hanya kepada pengacara yang lain tidak ada. Jangan membawa-bawa nama keluarga Baliman,” tegas Aziz Baliman (BB)

Editor : Redaksi