Berburu Penyeleweng Duit Rp5,3 Miliar
KORUPSI menjadi momok menakutkan bagi bangsa ini. Ulah segelintir orang menggerogoti duit daerah dan negara telah menyulut kesenjangan sosial. Kesejahteraan sulit dikenyam oleh warga negara Indonesia termasuk di Maluku.
Setiap tahun APBN dan APBD digelontorkan dengan harapan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan yang rill di berbagai sektor. Meski begitu masih saja ada oknum yang sengaja bertindak menyeleweng.
Misalnya dalam pengerjaan paket proyek pemerintah. Oknum kerap memanfaatkan celah untuk bertindak di luar batas. Peraturan dan perundang-undangan mudah ditabrak alias diabaikan.
Modus korupsi dilakukan dengan beragam cara. Tak lain ini dilakukan karena oknum beriming-iming memperoleh banyak duit alias memperkaya diri secara haram.
Publik Kota Ambon pun tengah digegerkan dengan dugaan korupsi pada parlemen DPRD Kota Ambon. Sebab belanja di lingkup DPRD Kota Ambon tahun anggaran 2020 senilai Rp5,3 Miliar rawan korupsi. Dana ini diduga telah diselewengkan oleh oknum tertentu.
Tim Penyelidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon tengah berburu oknum yang ditengarai menyelewengkan duit senilai Rp5,3 miliar pada Sekretariat DPRD Kota Ambon tersebut.
Puluhan orang telah diperiksa. Mulai Pejabat, staf Aparatur Sipil Negara di lingkup Sekretariat DPRD Kota Ambon maupun Pemkot Ambon. Lainnya akan menyusul.
Belasan anggota termasuk tiga Pimpinan DPRD Kota Ambon juga sudah diperiksa oleh Tim Penyelidik Kejari Ambon.
Tujuan dari pemeriksaan ini jaksa bermaksud mengungkap oknum penyeleweng duit senilai Rp5,3 miliar yang diklaim oleh pihak Kejari Ambon merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Mereka yang diperiksa berkaitan langsung dengan implementasi anggaran pada DPRD Kota Ambon tahun anggaran 2020. Karena hasil pemeriksaan BPK RI menemukan adanya potensi kebocoran anggaran mencapai Rp5,3 miliar dari tujuh item.
Berkaitan dengan penanganan kasus ini Jaksa sebagai profesi hukum harus memiliki keahlian dan keterampilan hukum, utamanya menunjukan perilaku sesuai dengan standar minimum profesi Jaksa, kode etik profesi, dan doktrin Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa.
Publik tengah menunggu kinerja Kejari Ambon. Kepercayaan diberikan kepada jaksa untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.
Penegakan hukum khususnya dalam penanganan kasus dugaan tipikor di DPRD Kota Ambon itu, jangan dilakukan karena adanya tuntutan keadilan jalanan.
Dalam konteks pemberantasan korupsi, Kejari Ambon harus berdiri di tengah. Tunjukkan komitmen dan integritasnya selaku penegak hukum yang adil. Hindari sikap tebang pilih alias pilih kasih.
Siapapun oknum yang ditengarai menyelewengkan anggaran Rp5,3 miliar pada DPRD Kota Ambon itu sepatutnya ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Apalagi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia telah disahkan oleh DPR.
UU Kejaksaan yang baru ini memberikan kewenangan yang luar biasa bagi aparatur kejaksaan di Indonesia termasuk Kejari Ambon dalam menangani kasus/perkara pidana khususnya lagi tipikor.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pun telah memberikan catatan khusus terkait UU dimaksud. Arah penegakan hukum harus dilakukan dengan lebih mengedepankan keadilan restoratif sebagai salah satu perwujudan dari diskresi penuntutan serta kebijakan leniensi.
Prinsip keadilan hukum harus menjadi hal yang utama dalam setiap upaya penegakan hukum yang dilakukan dengan cara menimbang antara kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, serta menyeimbangkan yang tersirat dan tersurat berdasarkan hati nurani.
Kewenangan intelijen tidak hanya untuk kepentingan Kejaksaan, melainkan juga untuk kepentingan negara dalam proses penegakan hukum.
Harapannya penanganan perkara dugaan korupsi DPRD Kota Ambon tersebut hingga akhir prosesnya jangan ada yang merasa dikorbankan atau menjadi tumbal.
Dalam hal penetapan tersangka nanti, Kejari Ambon sepatutnya menjerat oknum yang memang jelas terbukti menyelewengkan anggaran Rp5,3 miliar.
Tujuh item temuan BPK yang terindikasi fiktif dengan total Rp5.293.744.800 itu harus diungkap secara transparan.
Bila nanti ada pihak terkait yang mengembalikan uang kerugian negara/daerah, Kejari Ambon tidak boleh tawar-menawar pasal. (*)