Oleh ; Muhammad Saleh Daeng Parany

(Statistisi Ahli Muda Fungsi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS)

Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan angka kelahiran dan angka kematian.

Penurunan angka kelahiran menyebabkan penurunan jumlah penduduk umur kurang dari 15 tahun, yang diikuti dengan penambahan penduduk usia produktif 15-64 tahun sebagai akibat banyaknya kelahiran di masa lalu. Sementara karena perbaikan status kesehatan, umur harapan hidup semakin panjang, sehingga lansia akan semakin meningkat.

Di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), total jumlah penduduk meningkat dari 99,06 ribu jiwa di tahun 2010 menjadi 137,97 ribu jiwa tahun 2020. Selama 10 tahun terakhir penduduk di daerah ini bertambah sebanyak 38,90 ribu jiwa. Jika dikategorikan menurut kelompok umur, jumlah penduduk usia kurang dari 15 tahun tercatat 29,63 persen, sedangkan jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) mendominasi hingga mencapai 66,72 persen dan penduduk lanjut usia (65 tahun keatas) sejumlah 3,65 persen. (Hasil Sensus Penduduk 2020).

Kondisi ini menunjukkan bahwa, Kabupaten SBT sedang memasuki masa bonus demografi, karena lebih dari 50 persen penduduknya berada di usia produktif.

Meskipun di sisi lain, angka harapan hidup masih rendah yang ditunjukkan dengan persentase penduduk usia tua (65 tahun keatas) sebesar 3,65 persen.

Kondisi Ketenagakerjaan di SBT

Pada 2023 kemarin, jumlah angkatan kerja di SBT tercatat 59,27 ribu orang. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 7,09 ribu orang dibandingkan dengan tahun 2022 sejumlah 52,17 ribu orang.

Akan tetapi, peningkatan angkatan kerja ini tidak diiringi dengan peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), kondisi TPAK menunjukan keadaan sebaliknya, yaitu menurun dari 65,38 persen menjadi 56,71 persen. Hal ini menunjukan penurunan pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia dalam suatu perekonomian.

Pada periode yang sama, indikator yang menunjukkan persentase Angkatan kerja yang bekerja (TKK) tercatat  96,69 persen. Dari total 57,31 ribu penduduk yang bekerja, 22,86 persen adalah pekerja formal dan 77,13 persen pekerja informal. Dimana pendapatan rata-rata sektor informal berkisar 1,2 juta rupiah per bulan (sumber : Provinsi Maluku dalam Angka 2024).

Dari sisi tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2023 menunjukkan tren menurun dari tahun 2021 (3,88 persen), sampai dengan tahun 2023 (3,31 persen). Meskipun mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir, jumlah TPT tersebut masih didominasi oleh pengangguran yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (52,67 persen) dan lulusan Perguruan Tinggi (12,65 persen).

Ketidaksesuaian antara tingkat dan jenis kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja dengan tingkat kompetensi yang dimiliki tenaga kerja serta terbatasnya lapangan kerja formal yang tersedia, disinyalir menjadi penyebab utama tingginya tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi di daerah ini.

Kesempatan kerja formal memang menjanjikan, namun peluang tersebut tidak sebanding dengan jumlah lulusan pendidikan tinggi yang mencari pekerjaan.

Sebaliknya, pekerja dengan kualifikasi lulusan pendidikan dasar sebesar 37,04 persen adalah yang terbanyak di daerah ini, kemungkinan disebabkan karena mereka yang berpendidikan dasar cenderung tidak memilih-milih pekerjaan karena pertimbangan kualifikasi dan keterampilan mereka.

Bonus Demografi dan Angkatan Kerja SBT

Para ahli mengatakan bahwa, bonus demografi ini hanya akan terjadi satu kali saja bagi semua penduduk suatu daerah yaitu yang disebut sebagai jendela kesempatan (window of opportunity).

Kesempatan yang diberikan oleh bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal pada perbandingan jumlah penduduk yang produktif dengan penduduk yang tidak produktif.

Kondisi ini berpengaruh pada pasokan tenaga kerja produktif yang mencari pekerjaan di pasar kerja atau berusaha sendiri untuk menciptakan kerja. Apabila pasar kerja mampu menyerap banyak tenaga kerja, maka output per kapita akan naik, begitu pula pendapatan masyarakat. Namun sebaliknya, tenaga kerja yang tidak terserap dalam pasar kerja atau tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan maka akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik, yang pada gilirannya akan memicu masalah sosial lain.

Dengan rasio ketergantungan atau rasio beban tanggungan (Dependency Rasio) tercatat 49,88 yang menunjukan setiap 100 orang usia produktif di Kabupaten SBT mempunyai beban tanggungan 50 jiwa penduduk non produktif.

Rasio ketergantungan yang rendah ini baik karena jumlah orang yang bekerja mampu mendukung jumlah tanggungan penduduk usia non produktif, karena banyaknya penduduk usia produktif. Semakin rendah dependency rasio, semakin sedikit  tekanan ekonomi yang harus ditanggung generasi produktif untuk memberi dukungan ke yang tidak produktif.

Kondisi ini dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk berinvestasi pada Sumber Daya Manusia (SDM) mulai dari sekarang, agar bisa memanfaatkan kondisi yang menguntungkan ini secara penuh untuk pertumbuhan ekonomi.

Investasi untuk meningkatkan kualitas SDM dengan keterampilan dan produktifvitas yang tinggi harus ditingkatkan, sehingga pada akhirnya bisa diserap pasar kerja maupun menciptakan lapangan kerja.

Investasi peningkatan SDM ini harus sesuai (match) dengan kebutuhan pasar kerja dan potensi karakteristik wilayah, sehingga calon pekerja tersebut lebih cepat bekerja di bidang yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya atau menciptakan usaha sendiri yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kualitas SDM dan Kesempatan Kerja

Salah satu faktor kunci yang mampu mendorong dan mempercepat naik turunnya daya saing suatu daerah adalah daya saing tenaga kerja, karena daya saing tenaga kerja memegang peranan paling penting sebagai mesin utama pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dibandingkan faktor lainnya.

Semakin tinggi daya saing tenaga kerja di suatu daerah, maka semakin tinggi juga daya saing perekonomian di daerah itu, begitupun sebaliknya.

Secara konseptual, pembangunan SDM menjadi bagian tak terpisahkan dari peningkatan daya saing tenaga kerja.

Dari sisi SDM terrcatat 59,27 ribu Angkatan kerja yang ada saat ini 36,65 persen adalah Angkatan kerja dengan Pendidikan kurang dari Sekolah Dasar (SD), SMP 18,87 persen, SMA 26,63 persen, SMK 1,89 persen dan lulusan perguruan tinggi 15,97 persen.

Perubahan komposisi penduduk yang didominasi usia produktif perlu diantisipasi dengan program dan kebijakan yang tepat, karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap aspek sosial, ekonomi dan politik.

Ledakan jumlah penduduk usia kerja yang mencapai 66,72 persen sejak tahun 2020 (hasil sensus penduduk 2020) hingga saat ini merupakan aset yang sangat berpotensi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan per kapita, asalkan disertai dengan kebijakan yang tepat untuk penyerapan jumlah tenaga kerja dan menyediakan iklim investasi yang kondusif bagi penciptaan lapangan kerja.

Maka, Diperlukan upaya yang terukur dalam peningkatan kualitas SDM yang kompeten dan berdaya saing melalui penguatan pendidikan formal, pengembangan keahlian melalui pelatihan, perluasan kesempatan kerja, maupun menyediakan iklim investasi yang kondusif bagi penciptaan lapangan kerja baru.

Karena hal tersebut yang akan menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan daya saing Kabupaten SBT. (*)