Tiga tahun lalu, hadiah tersebut ditingkatkan lagi menjadi $3,3 juta atau sekitar Rp 44 miliar. Pamflet yang berisi imbalan tersebut diketahui disebarluaskan di jalanan-jalanan Iran.

Kantor berita Fars menyebutkan ada 40 pamflet yang diketahui tersebar. "Pamflet menyebutkan imbalannya ditingkatkan U$ 600 ribu dan ingin menegaskan bahwa aturan fatwa itu masih berlaku," ucap Mansour Amiri, penyelenggara pameran teknologi digital saat mengumumkannya, seperti dilansir dari Reuters.

Novel Rushdie tahun 1988 dipandang sebagai penghujatan oleh banyak Muslim yang melihat karakter sebagai penghinaan terhadap Nabi Muhammad.

Buku itu dilarang di Iran, di mana mendiang pemimpin Ayatollah Agung Ruhollah Khomeini mengeluarkan fatwa 1989, atau dekrit, yang menyerukan kematian Rushdie. Khomeini meninggal pada tahun yang sama.

Ayatollah Ali Khamenei tidak pernah mengeluarkan fatwanya sendiri untuk mencabut dekrit tersebut, meskipun Iran dalam beberapa tahun terakhir tidak fokus pada penulisnya.

Di seluruh dunia Muslim, protes yang sering disertai kekerasan meletus terhadap Rushdie, yang lahir di India dari keluarga Muslim.

Hadiah ditawarkan untuk kepala Rushdie. Khomeini juga menyatakan siapa pun yang mati saat berusaha membunuh Rushdie akan dianggap sebagai martir.

Akibat fatwa tersebut, Salman Rushdie harus selalu bersembunyi selama bertahun-tahun, serta mesti sering berpindah tempat.

Dia harus mendapatkan penjagaan hampir selama 10 tahun dan terus-menerus dipindahkan ke lokasi rahasia sampai fatwa dibatalkan tahun 1998.

Namun, penjaga revolusioner Iran kembali memerintahkan pembunuhan Salman Rushdie pada tahun 2003.

Sejak penerbitan Ayat-ayat Setan, kekerasan dan kematian seakan mengikuti di belakangnya. Orang-orang yang dikaitkan dengan penerbitan dan penerjemahan buku mengalami serangan serius, bahkan beberapa diantaranya dibunuh.

Meskipun menjadi sasaran fatwa mati, Salman Rushdie tidak pernah berhenti berbicara tentang fanatik agama yang rela membunuh sebagai penyikapan atas sesuatu yang berbeda.

Rushdie mengatakan meskipun dunia muslim dihuni oleh fanatik, tetapi juga memiliki individu berani dan berpikiran maju.

Sedikitnya 45 orang tewas dalam kerusuhan terkait buku tersebut, termasuk 12 orang di kota kelahiran Rushdie, Mumbai.

Pada 1991, seorang penerjemah Jepang dari buku itu ditikam sampai mati dan seorang penerjemah Italia selamat dari serangan pisau. Pada 1993, penerbit buku Norwegia ditembak tiga kali dan selamat.

Salman Rushdie merupakan penulis pemenang Booker Prize sekaligus penulis salah satu buku paling kontroversial.

Rushdie lahir di Bombay, India, pada tanggal 19 Juni 1947. Dia dibesarkan di sebuah keluarga kelas menengah dan dididik di Bombay dan Inggris.

Novel pertama Rushdie adalah Grimus yang diterbitkan tahun 1975. Pada tahun 1981, dia menerbitkan novel Midnight’s Children yang memenangkan Booker Prize.

Grimus bukan merupakan novel yang sangat terkenal, tetapi Midnight’s Children sangat dipuji dan berpengaruh dalam banyak tulisan India modern.

Namun, novel Ayat-ayat Setan (The Satanic Verses), diterbitkan tahun 1988, yang membuat Salman Rushdie dikenal di seluruh dunia.

Akibatnya, buku ini dilarang di banyak negara dengan komunitas Muslim yang besar. Hanya saja, konsekuensi ternyata melebihi hanya sekedar pelarangan (*)

Editor : Redaksi