DPRD Buru Siap Ajukan Perda Lindungi Petani Plasma di Perkebunan Karet
BERITABETA.COM, Namlea – DPRD Buru akan mengambil langkah konkrit dengan menyampaikan Peraturan Daerah (Perda) yang akan mengatur tentang pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dengan sistim plasma.
Langkah ini ditempuh karena dinilai mendesak guna melindungi masyarakat adat pemilik lahan di dataran Waeapo yang terlibat sebagai plasma di Perkebunan Karet PT Pambers yang beroperasi di Kecamatan Lolongquba, Kabupaten Buru, sejak tahun 2013 lalu.
Hal itu dissampiakan Ketua DPRD , Muh Rum Soplestuny SE dan Ketua Komisi II, Jaidun Saanun SE di Namlea, di Namlea, Sabtu (6/2/2021).
Menurut Soplestuny dan Saanun kehadiran perda terkait dengan PIR sistim plasma ini harus segera direalisasi dan sangat urgen guna melindungi warga adat pemilik lahan yang arealnya telah digunakan dan dijadikan kebun karet oleh PT Pambers.
Diakui juga oleh keduanya, kalau PT Pambers yang telah beroperasi sejak tahun 2013 lalu, di tiga tahun terakhir ini telah mengeluarkan hasil sadapan karetnya keluar dari Kabupaten Buru.
Namun sesuai info dari intansi terkait, yakni Dinas Pendapatan, perusahan masih belum beri andil untuk pendapatan asli daerah, alias kontribusinya nol persen.
Karena itu dalam rapat Komisi II dengan PT Pambers tanggal 30 Januari lalu, pihak eksekutif dari dinas terkait juga dihadirkan guna membahas hal itu.
“Kita telah meminta kepada Kepala Dispenda agar melihat regulasinya yang memungkinkan agar kita meraih pajak dari hasil karet.Kontribusi PT Pambers baru sebatas perizinan dan bayar sampah,”jelas Saanun.
Selanjutnya, Ketua Komisi II lebih jauh menjelaskan, Hasil rapat yang ketiga yang dihadiri Direktur PT Pambers dalam penjelasannya, bahwa lahan yang diizinkan oleh pemerintah daerah saat itu kurang lebih 13.456 ha. Kini PT Pambers telah mengelola 1050 ha.
“Terkait khusus masyarakat Migodo, keluarga Nacikit, setelah pertemuan itu baru kami mendapat titik terang bahwa ada perjanjian di tahun 2013 lalu ada perjanjian izin pemanfaatan lahan masyarakat 200 ha lebih,”papar Saanun.
Namun dalam perjalanannya lanjut Saanun, sampai pertemuan tanggal 30 Januari lalu, yang baru dikelola oleh PT Pambers seluas 68 ha. Dan 86 ha itu bukan milik totalitas seluruh warga Nacikit di Desa Migodo.Tetapi milik satu keluarga Nacikit, yaitu Yesayas Nacikit.
PT Pamber dalam perjalanannya juga membuat kesepakatan baru lagi dengan keluarga Yesayas Nacikit dan warga lainnya karena perizinan perkebunan semakin rumit. HGU tidak bisa berproses karena masyarakat tidak mau menyerahkan tanah adat mereka dalam jangka 35 tahun dengan status HGU.
“Sebab bila diserahkan dengan status HGU, maka 35 tahun nanti tanah itu menjadi milik negara. Itu yang menyebabkan masyarakat berkeberatan, sehingga PT Pambers mencari cara yang baru yang sudah barang tentu sama-sama menguntungkan, sehingga dibuat perjanjian baru tahun 2015 dari 1050 ha itu setiap warga dibuat perjanjian terpisah,”ungkap Saanun.
Butir pernyataan semua sama dan tetap perusahan akan melaksanakan kewajibannya terkait dengan plasma 20 persen dari lahan yang digarap. Setelah 35 tahun lahan kembali menjadi milik masyarakat.
Namun akui Saanun, Kewajiban plasma 20 persen belum terlaksana sampai hari ini karena pemerintah daerah belum membuat perda turunan dari UU Perkebunan pola PIR sistim plasma,,sehingga perusahan sifatnya menunggu.
Perusahan beralasan, setelah perda itu ada baru perusahan mulai melakukan kewajibannya.
“Entah itu dibagi dari yang sudah ada atau tanam yang baru karena UU tidak menjelaskan pembagian plasma 20 persen seperti apa. Nanti perda yang lebih mendetail,”ungkap Saanun.
Pernah di tahun 2018 lalu, pihak eksekutif bersama DPRD telah menggodok 10 perda. Namun satu yang tidak lolos, yakni terkait dengan plasma perkebunan.
Alasan tidak diloloskan oleh pemerintah, karena terkait dengan naskah akademiknya.
Saat rapat tadi, pihak Dinas Pertanian Kabupaten Buru menginformasikan kalau naskah akademiknya telah ada, sehingga pimpinan DPRD dan Komisi II mendorong seluruh rekan-,rekan di dewan untuk mengusulkan Perda inisiatif terkait dengan hal tersebut agar segera dibahas bersama pemerintah kabupaten dan segera disahkan (BB-DUL)