Pada musim panas 1942, ia diajak bergabung PI. Ajakan itu disampaikan secara diam-diam karena PI termasuk organisasi politik yang dilarang Nazi sejak 1940. Menurut Harry A. Poeze dkk dalam Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 (2008), Evie juga ikut mengurus Roekoen Peladjar Indonesia (Reopi).

Membaca dan Menyebarkan Pers Ilegal

Evie mengawali aktivitasnya di PI dengan membaca surat kabar dan majalah ilegal, lalu mendiskusikannya bersama mahasiswa Indonesia dan Belanda. Selain itu, perempuan kelahiran Besuki, Soerabaya itu juga menulis untuk terbitan ilegal seperti Vrij Nederland, De Vrije Katheder, De Waarheid, dan Het Parool.

Menurut Poeze, Evie dipercaya rekan-rekannya untuk mengambil dan membagikan terbitan ilegal, serta mencari alamat-alamat persembunyian.

“Kegiatan sebagai kurir yang berbahaya terutama dilakukan oleh wanita, karena wanita tidak begitu menimbulkan kecurigaan,” kata Poeze.

Selain itu, Evi Poetiray adalah penghubung utama PI dengan Indonesische Christen Jongeren (IJC). Saat itu, ICJ tidak dilarang pemerintahan Nazi sehingga organisasi itu tetap melakukan kegiatan.

Sepanjang 1941-1943, ICJ menyelenggarakan lima pertemuan besar. Orang-orang Indonesia di Belanda memanfaatkan betul pertemuan ICJ sebagai wadah komunikasi. Pertemuan itu terbuka untuk semua orang Indonesia, termasuk yang non-anggota ICJ dan orang Islam.

Dalam pertemuan itu, orang-orang Indonesia yang jadi buronan Nazi juga hadir. Mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bermusyawarah juga bertemu dengan dan mahasiswa Belanda aktif melawan Nazi .

“Evie Poetiray dan M. Siantoeri, yang kemudian menjadi suaminya, menjadi pengatur pertemuan itu. Keduanya menyelenggarakan pertemuan di luar pengetahuan pengurus ICJ yang lain,” sebut Poeze.