Peristiwa ini juga dapat ditemukan dalam syair kapata bahasa tanah. Berupa dialog ketiga anak Raja Patiran yang saat itu didampingi Latu Soumete.

“Yale wati noue tetu sallo emamanu?

Yale tau otetewa tetu emamanu tetu Pisarole Latu sopamena 

Usa latu sopamena pele mena, latu pele mena

Usa latu pele mena epala tota ina latu semia lewe rua oo

Uwa leuwa rua nusu hale hehi yai otonno sane

Tali telwo sane ninitanno ina latua nirupanno

uwaleu rua mitati ina latua wau upu usa latu.

Usa latu soka ina latua,soka ina latua emi ruhu tua ina latua Usa latu hotu hita erehuwe. 

Hita erehue tau ina latua,

Uwa leu warua taha rimbu timi esa, tati ina latua wau usa latu. Usa latu soka ina latu.  

Soka ina latu emiruhu tua ina latua  Latwa taha muli umarole sawa wailo marabone. 

Lawa hasa-hasa hehi nusa ina”

Meski berat melepas saudara perempuan mereka. Dua putra mahakota  Raja Pattiran dari Tanah Rumbati, harus tetap tegar dan sabar. Kini tersisa Hahosan alias  Abuasa dan Maspait alias Aliwanta  yang harus melanjutkan perjalanan ke Nusa Iha.

Bersama Soumete Tita Nusa, poli-poli terus membalah laut pada tengah malam. Karena salah arah,  ketiganya akhirnya nyasar sampai di Pulau Banda. 

Di tempat ini, Soumete kemudian bertemu dengan Samadun (Lilimala Wakano) yang kemudian menurunkan anak cucu bermarga Sopaheluwakan di Negeri Siri Sori Islam.

Soumete mengajak Samadun. Rombongan dua anak raja ini kembali bertambah.  Ada empat sosok pria tangguh yang kembali berlayar mencari Nusa Iha. 

Kedua putra Raja Patiran ini yang kemudian dikenal dengan Ana Latua Rua [dua anak raja].  

Meski tanpa dua saudara mereka, Amera Lau dan Poi Mase, poli-poli tetap melaju. Hingga akhirnya Ana Latua Rua tiba di pantai Salaiku, Negeri Elhau [Siri Sori Islam].

Perjalanan panjang penuh pengorbanan dan haru ini,  terbayar, saat poli-poli mereka menepi di Salaiku.

Menjelang pagi mereka tiba di bagian tenggara nusa Iha. Di pantai Salaiku tiba-tiba mereka mendapat teriakan dari darat, maka terjadilah dialog sebagai berikut:

“Sei nambe lau? yemi sei nambe lau?” (siapa dilaut? kamu siapa di laut?), teriak sosok misterius dari arah darat.

Ana Latua Rua, kemudian menjawab dengan lantang : “Yale tau otetewa,  yami yana latu warua turu wehe yoni nepapua,” (kamu tidak tahu !!! kami ini dua anak raja turun dari tanah papua).

“Sei nembe lia, yale sei lembe lia? yang dapat diartikan; siapa yang di darat? kamu siapa yang di darat,”? suara Hahosan dan Maspait bertanya kepada sosok dengan suara melengking dan memecah keheningan pantai Salaiku.