BERITABETA.COM, Jakarta – Indonesia dan Norwegia sepekat menjalin kerjasama dalam bidang Iklim dan Lingkungan Hidup, terutama dalam hal penanganan krisis iklim melalui upaya Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca pada sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya (FOLU).

Kesepakatan di ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakar dan  Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Espen Barth Eide, pada,  Senin (12/9/2022).

Kesepakatan bilateral antara Indonesia dengan negara berjuluk Kongeriket Norge (Kerajaan Norwegia) ini menjadi momentum penting bagi kedua negara. Sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia berperan penting menjadi “Climate Superpower”.  Indonesia telah berupaya mengurangi emisi dan deforestasi secara signifikan. Namun, Indonesia tetap memerlukan dukungan serta kontribusi internasional.

Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan target FOLU (Forestry and Other Land Uses) Net Sink 60% dari penurunan emisi gas rumah kaca nasional dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

CEO Yayasan EcoNusa, Bustar Maitar dalam keterangan persnya yang diterima beritabeta.com menyebutkan, pihaknya optimis langkah pemerintah Indonesia melalui perjanjian baru dengan pemerintah Norwegia ini akan semakin memperkuat upaya pencapaian target FOLU Net Sink pada 2030 mendatang serta aksi perubahan iklim lainnya.

“Saya mengikuti dengan baik kesepakatan bilateral Indonesia - Norwegia sejak ditandatangani pada tahun 2010 lalu. Dałam 7 tahun terakhir, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya telah menunjukkan langkah-langkah korektif dan progresif,” tandas Buster.

Dikatakan, sejak adanya kerjasama ini, angka deforestasi Indonesia turun pada level terendah sepanjang sejarah Indonesia pada 2019/2020 sebesar 115,500 hektar, atau hampir 90% turun dari 1.09 juta hektar pada 2014/2015.

Langkah maju pemerintah Indonesia juga ditunjukkan melalui pengurangan dan pengendalian kebakaran hutan, perlindungan lahan gambut, moratorium hutan yang menjadi permanen, pencabutan dan evaluasi perizinan lebih dari 3 juta hektar lahan, restorasi kawasan penting bakau, upaya perhutanan sosial yang terus berkembang, dan dukungan kepada Masyarakat Adat.

Yayasan EcoNusa juga mengapresiasi upaya bersama pemerintah melalui KLHK untuk melindungi hampir 50% hutan tropis tersisa Indonesia di wilayah Timur Indonesia.

Menurutnya, Yayasan EcoNusa terus berkomitmen untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam pencapaian target FOLU Net Sink 2030 dengan memperkuat kapasitas Masyarakat Adat.

Ini dilakukan dalam upaya pengelolaan dan perlindungan hutan dan mempromosikan praktek-praktek terbaik dari Masyarakat Adat sebagai sumber referensi kepada pemerintah dalam memperkuat kebijakan tata kelola hutan dan pembangunan berkelanjutan, khususnya di wilayah Papua dan Kepulauan Maluku.

“Kesejahteraan serta pengakuan atas wilayah Masyarakat Adat untuk mendukung perlindungan hutan adalah kunci terjaganya benteng terakhir hutan Indonesia,” tutupnya (*)

Pewarta : dhino P