BERITABETA.COM, Jakarta – Pemerintah kini terus mengkaji skema pensiunan pegawai negeri sipil [PNS] untuk disesuaikan dengan kondisi keuangan negara di masa mendatang.

Skema pensiunan PNS yang dipakai pay as you go dinilai makin memberatkan APBN, menyusul terus bertambahnya jumlah pensiunan PNS dari tahun ke tahun.

Bukan hanya itu, isu dana pensiuan juga merembet ke besaran pensiunan yang diterima Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Hal ini juga diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Bendahara negara ini bahkan menyebut skema pensiunan PNS saat ini memberikan beban yang cukup berat bagi negara.

“Jika terus menggunakan skema ini, negara akan semakin menanggung beban yang lebih besar di masa depan. Reform di bidang pensiun menjadi sangat penting," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama dewan parlemen, Jumat (2/9/2022) pekan lalu.

Dikatakan skema pensiunan PNS yang diberlakukan dengan penghitungan skema dana pensiun dari hasil iuran PNS sebesar 4,75% dari gaji yang dihimpun PT Taspen, ditambah dengan dana dari kas keuangan negara.

Hal yang sama juga terjadi pada pensiunan TNI-Polri yang menggunakan skema serupa yang pengelolaannya diambil PT ASABRI.

"ASN-TNI-Polri memang mengumpulkan dana pensiun di Taspen dan di ASABRI. Namun untuk pensiunnya mereka enggak pernah membayarkan, tetapi yang membayarkan APBN," kata Sri Mulyani.

Untuk itu, Sri Mulyani, apabila situasi ini terus berlanjut, maka akan menimbulkan risiko jangka panjang. Penyebabnya, dana pensiun akan dibayarkan secara terus menerus bahkan hingga seseorang yang pensiunan PNS meninggal dunia.

"Hal ini memang akan menimbulkan suatu risiko dalam jangka panjang. Apalagi nanti kalau kita lihat jumlah pensiunan yang akan sangat meningkat," jelasnya.

Kekhawatiran Menteri Keuangan ini sangat beralasan, bila mengutip laporan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Pasalnya, dana pensiun dibangun secara tidak rasional di mana pemerintah sebagai pemberi kerja tidak memberikan dana pensiun kepada PNS sebagai pekerja.

"Oleh karena itu perlu adanya sistem pensiun baru yang lebih ramah terhadap keuangan negara yang dapat memberikan manfaat pensiun lebih besar kepada pensiunan PNS," katanya.

BKN dalam laporan tersebut menilai pengelolaan dana pensiun tidak diarahkan secara berkelanjutan, di mana sistem dana pensiun tidak diarahkan secara berkelanjutan, di mana sistem menggunakan sistem pay as you go yang menyebabkan akumulasi pembiayaan dana sangat tergantung pada anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya.

"Bila praktek seperti ini dipertahankan dan terus berjalan, maka dana PNS yang sudah diakumulasi akan terus menyusut dan habis. Hal ini menyebabkan pembayaran pensiun PNS nantinya 100% akan tergantung pada APBN yang tentunya akan selalu membebani keuangan negara," tulis laporan BKN.

Berdasarkan catatan BKN, pembayaran pensiun PNS di Indonesia yang dibayarkan pemerintah terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Misalnya selama periode 2006 hingga 2013, kenaikan pembayaran pensiunan PNS mencapai 184,2%, dari Rp 22,7 miliar menjadi Rp 64,67 miliar.

Sementara itu, tren jumlah pensiunan PNS juga cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data Direktorat Pensiun PNS dan Pejabat Negara BKN, pada 2010 total pensiunan PNS hanya 27.593 orang, dan naik menjadi 36.460 orang pada tahun 2011.

Angka tersebut kemudian kembali mengalami penurunan sekitar 4,56% menjadi sejumlah 34.798 orang di tahun 2012, dan kembali naik menjadi 35.478 orang pada 2013. Kemudian kembali naik di angka 41.820 orang di tahun 2014, dan sebanyak 65.791 orang di tahun 2015.

Pada 2016 angkanya kembali bertambah 89/686 orang. Adapun jika dibandingkan jumlah pensiunan PNS di tahun 2010 dengan jumlah para pensiunan di tahun 2016 terjadi kenaikan sebesar 62.093 orang atau 225,03%.

Sementara itu, jika merujuk pada Direktorat Pengolahan Data BKN yang dilihat dari tanggal lahir PNS menunjukkan prediksi pensiun PNS akan terus meningkat, kendati di 2017 mengalami sedikit penurunan sebanyak 89.072 orang.

Kemudian, angka tersebut mengalami peningkatan kembali di tahun 2018 menjadi 109.413 orang, sebanyak 117.561 orang di tahun 2019 dan sebanyak 137.383 orang di tahun 2020 (*)

Editor : Redaksi